33. Saksi

13 5 2
                                    

"Kinara, ayo pilih," pinta Pak Gunadi.

Kina menatap satu per satu orang yang ada di ruangan itu. Jika tadi hanya ada kepala sekolah, maka kini guru BK-nya, Pak Narko, dan wali kelasnya, Bu Dewi, sudah duduk di sana.

"Pak ...." Kina memelas. Wajahnya kian merah menahan tangis. Dia bahkan tidak tahu harus berkata apa pada ibunya.

Dan seolah menangkap apa yang menjadi kegelisahannya, Bu Dewi lantas berucap, "Kalau kamu takut, biar Ibu saja yang menelepon orang tuamu. Nggak usah khawatir, kita pasti ngomonginnya santai, kok."

Kepala Kina tertunduk. Apa memang benar begini jalannya? Namun, ia tidak bersalah. Tidak seharusnya dia disudutkan begini.

"Tinggal ngangguk aja apa susahnya, sih!" lirih Bianca mulai kesal.

Kina menoleh ke arah gadis yang kini tersenyum penuh kemenangan dan hampir saja ia mengangguk, tetapi ketukan di pintu sudah mendahuluinya.

Mereka menoleh, lalu sama-sama heran dengan kedatangan gadis yang entah apa tujuannya.

"Maaf, saya terlambat," ucap Ivanna seraya mendekati mereka yang tengah duduk.

"Apa maksudnya, Ivanna?" tanya Pak Narko.

Ivanna berdeham, sebelum berkata, "Saya adalah saksi kejadian di toilet. Saya ada di dalam saat Rachel dan Kina bertengkar masalah Mario."

Refleks, mata Kina membelalak. Ivanna menyunggingkan senyum manis melihatnya. "Bapak bisa lihat 'kan Kina kaget saya tahu pembicaraannya dengan Rachel. Dan Bianca, kamu pasti nggak lupa kalau minuman kamu udah bikin rokku basah yang bikin aku terpaksa masuk ke toilet."

Hanya dengan mengenakan hotpants, Ivanna duduk di kloset menunggu roknya yang digantung di balik pintu agar setengah kering. Jemarinya yang sibuk menggulir layar ponsel seketika terhenti mendengar sebuah pengakuan yang mengejutkan dari arah luar.

"Gue tahu Mario suka sama lo."

"Mario?" batin Ivanna. Hanya satu orang yang memiliki nama itu di sekolah ini. Dan sudah menjadi rahasia umum jika masalah hati sang bintang lapangan pasti erat hubungannya dengan Rachel.

"Kaget gue tahu?"

Kembali suara itu terdengar. Rasa penasaran Ivanna menyeruak. Jika yang berbicara adalah Rachel, lalu siapa yang berbicara dengan gadis itu? Siapa gadis yang disukai Mario?

Ivanna berjalan mendekati pintu dan membukanya sepelan mungkin. Matanya membulat sempurna melihat jika Kina yang sedang berhadapan dengan ratu drama sekolah.

"Jauhin Mario!"

"Gue nggak pernah buat coba-coba deketin Mario. Jadi, gimana caranya gue mesti jauhin dia?"

"Wow!" Ivanna berkata sangat lirih. Dia tidak menduga jika Kina akan seberani itu. Lalu, saat ia kembali menatap kedua gadis yang tengah berseteru, jantungnya berdebar kala Rachel terus mendekat dan Kina yang memasang wajah waspada.

Alih-alih matanya memejam seperti Kina, Ivanna justru menanti makian apa yang akan keluar dari mulut Rachel usai tangan gadis itu mendarat di pipi Kina. Namun, yang terjadi sungguh di luar dugaan saat Ivanna melihat Rachel terpeleset dan debuman keras terdengar sesaat setelahnya.

"RACHEL!"

Ivanna dengan cepat menutup pintu mendengar suara cempreng menyebalkan milik Bianca. Tak berselang lama, teriakan Bianca kembali terdengar. Lalu setelahnya, Ivanna bisa mendengar banyak orang tengah berbicara di luar.

Kerumunan itu bubar tak lama setelah sirine ambulan yang datang untuk membawa Rachel ke rumah sakit perlahan menjauh. Ivanna meraih roknya dan memakainya, lantas kembali ke kelas.

The Rain and I Where stories live. Discover now