42. Ayah

12 4 1
                                    

Suasana ribut dari setiap kelas terdengar jelas saat Kina berjalan di koridor sekolah. Menyunggingkan senyum manis, ia menyapa Arion yang duduk di depan pintu sambil bermain gitar sebelum masuk dan menuju kursinya.

"Kirain nggak bakal masuk," ujar Dara.

"Maunya, sih, gitu," Kina merengut, "lagian ngapain coba pembagian raport tetep berangkat? Nanti juga ujung-ujungnya kayak gelandangan karena kelas dipake."

"Tapi dengar-dengar ada kampus yang mau promosi," celetuk Celine, "bener nggak, sih?"

Seolah menjawab pertanyaan si gadis, speaker yang terpasang di pojok kiri atas tiba-tiba berbunyi. Pengumuman yang isinya memberitahu agar siswa-siswi kelas XII segera menuju aula karena akan ada promosi dari universitas swasta.

Berbondong-bondong, murid kelas XII menuju ruangan besar yang biasanya dipakai untuk pertemuan wali murid serta acara-acara tahunan sekolah seperti pameran, pensi, dan kegiatan-kegiatan indoor lainnya.

"Hei, girls, buru-buru amat. Pelan dikitlah jalannya, biar mie gue udah abis pas sampai sana."

Kina dan yang lain sontak menoleh. Ivanna hanya menyengir sambil memamerkan mie yang terlilit di garpu plastik.

"Pagi-pagi bikin kepengin aja, Iv." Abel menelan ludah mencium aroma Popmie yang menguar.

"Nggak baik tahu makan mie pagi-pagi," sahut Celine.

"Iya, bener." Ivanna malah mengiakan. "Cuma tadi bosen liat menu sarapan di rumah. Ini kalau sampai bokap tahu juga auto diomelin."

"Masa, sih, Ivanna diomelin?" tanya Dara tak percaya.

"Haish, lo nggak tahu aja bokap gue itu lebih posesif dibandingkan nyokap gue. Setiap dia lihat gue makan makanan instan pasti bilang 'Iva, makan kayak gitu itu nggak sehat, mending makan yang lain aja'."

"Ara, makanan itu nggak sehat, makan yang lain aja, ya."

Mengabaikan obrolan teman-temannya yang masih berlanjut, Kina terdiam dengan senyum miris menghiasi bibir mungilnya. Dulu, dia juga mendapat perhatian seperti itu dari ayahnya. Dan mungkin, jika ayahnya tidak meninggalkannya, hal semacam itu juga masih ia dapatkan sampai sekarang.

Setibanya di aula, mereka celingukan mencari tempat duduk yang masih kosong. Lambaian tangan Jevon membuat cewek-cewek itu melanjutkan langkah dan berakhir duduk di kursi yang letaknya di belakang kursi Jevon, Mikha, dan Dean.

"Kalah mulu gue. Lo mainnya curang, ya?" tuduh Mikha ke Dean.

"Yeeee, sembarangan! Gue emang lebih jago dari lo kali," bantah Dean tidak terima.

"Udah, ah. Males gue. Nggak mood." Mikha mematikan ponselnya, mengantonginya dan berganti mengambil lolipop.

"Bagi, dong. Masa makan sendirian." Dean menadahkan tangan.

Mikha yang baru selesai membuka bungkus lolipop lantas memasukkan permennya ke mulut. "Nih, baru gue emut sekali," katanya menyodorkan benda manis itu ke depan wajah Dean.

Sontak saja cowok itu bergidik jijik. "Jorok lo." Dean menoyor kepala Mikha.

Nyatanya, tidak hanya Mikha yang tertawa, tapi Kina yang sedari tadi memperhatikan pun ikut tertawa melihatnya. Menyadari bahwa suaranya mencuri perhatian kedua pemuda yang duduk di depannya, Kina segera memalingkan muka saat Mikha menoleh ke arahnya. Huh, seharusnya dia masih marah, bukannya malah terhibur dengan tingkah konyol Mikha. Namun, mau bagaimana lagi, hati tidak bisa dibohongi.

Tak berselang lama, acara promosi kampus segera dimulai. Seperti biasa, para siswa hanya memperhatikan di awal, lalu saat ada poin-poin yang tidak sreg, mereka lantas bergosip dengan satu dan yang lainnya.

The Rain and I Where stories live. Discover now