39. Mikha's Birthday

14 4 1
                                    

Alat musik jenis perkusi yang Kina pesan kemarin malam telah sampai di tangannya. Ia tersenyum mengamati benda berbahan kayu dan tuts dari logam itu, berharap sang penerima senang dengan pemberiannya. Iya, Kina menghadiahkan kalimba untuk Mikha.

Ia lantas memasukkan benda tersebut ke kotak khusus kado, mengikatnya dengan pita merah muda. Tentu saja dengan secarik kertas yang telah diselipkan di dalamnya. Setelahnya, Kina bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sang gebetan.

"Ibu, Kina berangkat, ya," ucapnya berpamitan sambil mencium punggung tangan sang ibu.

"Iya, hati-hati. Pulangnya jangan malam-malam." Nita menyunggingkan senyum, lalu mengantar anaknya hingga ke depan.

Sore ini, Kina membawa mobil ibunya. Ia membunyikan klakson sebelum kendaraan perlahan melaju meninggalkan halaman rumah. Desahan pelan terdengar ketika belum menempuh separuh perjalanan, tetapi macet sudah menghadang. Cewek itu lantas menepuk jidat, lupa kalau ini malam Minggu.

Kepalanya menoleh kala ponsel yang ada di jok sebelah berbunyi, menampilkan sebuah pesan dari Abel.

"Lo di mana? Udah pada ngumpul semua, nih," tulis temannya.

Kina lebih dulu melajukan mobilnya beberapa meter, sebelum kemudian mengetikkan balasan, "Kejebak macet. Kayaknya bakalan lama, deh."

Di rumah Mikha, suasana sudah ramai oleh celotehan para anak muda. Cewek-cewek yang baru pertama kali datang juga telah berkenalan dengan tuan dan nyonya rumah.

"Kina telat. Kejebak macet," kata Abel kepada semuanya.

Mereka sedang berada di taman samping yang langsung berhadapan dengan ruang makan. Sibuk mengolesi daging, ayam, sosis, dan segala macamnya dengan saus barbeque.

"Sabar, ya, Mik. Telat doang, kok, ayangnya, bukan nggak jadi datang," seloroh Ivanna menggoda cowok yang berdiri di depan pemanggang.

Jevon yang ada di sebelah Mikha terkekeh. Sementara Dean yang sibuk dengan kuas dan saus bersama cewek-cewek menyeletuk, "Ayang gue itu, Iv. Enak aja lo bilang ayangnya Mikha."

"Dean udah punya pacar?" Pertanyaan itu datang ruang makan. Pintu kaca penghubung yang dibuka membuat Agnes bisa mendengar obrolan teman-teman anaknya.

Dean menyengir agak malu. Iya, urat malunya belum putus, kok. "Belum, Tante. Masih on the way, doain aja."

Di depan cowok itu, Caesar bergidik jijik. "Sumpah bahasa lo udah kayak orang mau nikah!" katanya, lalu melipir sambil membawa senampan ayam untuk segera dipanggang, meninggalkan Rachel dalam keadaan luar biasa canggung karena masih duduk melingkar bersama yang lain. Ya, cewek itu datang gara-gara Caesar yang tahu-tahu menampakkan diri di rumahnya dan meminta izin kepada maminya untuk mengajaknya pergi.

"Tante, toiletnya di mana, ya?" Suara halus Celine menyita perhatian yang lain. Persis seperti kedatangannya lima belas menit yang lalu lantaran penampilannya lain dari yang lain.

Alih-alih barbeque-an bersama, gadis dengan floral dress ala korea, rambut dikeriting, dan sapuan make up tipis itu lebih pas jika pergi ke sebuah pesta yang benar-benar pesta. Bukan kumpul bareng untuk merayakan ulang tahun teman mereka. Tetapi, semua kembali lagi ke kata-kata your body your authority. Jadi, biarkan saja. Yang penting makan-makan kalau Caesar dan Jean bilang.

"Ayo, Tante tunjukin." Agnes lantas mengantar Celine ke toilet di dekat dapur yang bersebelahan dengan ruang makan. Sementara Daniel, dengan ponselnya yang sudah membuka aplikasi kamera mendekati anak-anak guna mengambil gambar serta video untuk diunggah di akun Instagram.

Berkilo-kilo meter dari tempat teman-temannya berada, Kina bernapas lega setelah terbebas dari kemacetan. Sebentar lagi ia akan memasuki gerbang perumahan Mikha. Jantungnya berdegup tak karuan seiring dengan mobilnya yang hampir sampai di rumah yang pernah ia kunjungi satu kali. Gila, belum apa-apa sudah salting duluan.

The Rain and I Where stories live. Discover now