58. Katakan Saja

12 3 4
                                    

"Ada modul baru dari tempat les. Punyamu ada sama aku. Besok Senin aku bawa ke sekolah, ya."

Pesan itu masuk ke ponsel cowok yang kemarin baru keluar dari rumah sakit. Sejenak Mikha terdiam dan berpikir bagaimana kalau sekarang saja? Sandra sudah kembali ke Jogja semalam. Dia jadi sangat kesepian.

"Kalau sekarang aja gimana? Kamu ke rumahku. Sepi banget, cuma sama Sassy," balas Mikha disusul foto selfie-nya bersama anjing kesayangannya. "Eh, tapi jangan, deh. Lumayan jauh juga," tulisnya lagi. Tiba-tiba perasaan sungkan menyeruak, meski dalam hati Mikha benar-benar ingin bertemu Kina.

Ia resah setelah beberapa menit tak kunjung ada balasan. Menaruh ponselnya, pandangannya kini tertuju pada Sassy. Mikha mengelus kepala anjing itu dengan wajah cemberut.

Mikha melengos pasrah, membiarkan Sassy ndusel-ndusel di lehernya. Coba kalau yang melakukan ini Kina. Hidung Mikha sontak kembang kempis mengingat aroma sampo gadis itu. Lalu, mesam-mesem mirip orang tidak waras.

Ting!

Notifikasi pesan masuk menyadarkannya dari khayalan. Mikha melotot membaca balasan dari Kina.

"Boleh, kebetulan modulnya aku taruh di mobil dan ini lagi di luar habis anterin kue. Sekitar lima belas menit lagi aku sampai, ya."

Segera ia menurunkan Sassy dari pangkuannya. Seolah tidak mau disayang-sayang pada saat dibutuhkan saja, anjing itu mengekori pemiliknya yang menuruni anak tangga dengan susah payah lantaran kakinya cenat-cenut.

"Oma ... Oma ...." Mikha memanggil disusul Sassy yang menyalak sesaat kemudian.

"Ada apa panggil-panggil Oma?" Papanya yang duduk di sofa yang menjawab.

Mikha mengernyit heran. "Lhoh, Papa kok di rumah?"

"Salah emang? Ini, kan, rumahnya Papa."

"Nggak gitu," Mikha memanyunkan bibir, "kan seringnya di rumah sakit biarpun judulnya libur."

"Sst! Pamali ngomong gitu. Nanti Papa beneran dapat telepon dari rumah sakit."

Benar saja, bersamaan dengan Oma Melati yang keluar dari kamar mandi, ponsel Daniel berdering dan nama rumah sakit tempatnya bekerja tampak menghiasi layar.

Mikha terbahak-bahak, sedangkan papanya sudah mendelik kesal.

"Hujan, kenapa tadi manggil?" tanya Oma Melati.

"Soto babat yang tadi pagi masih?"

"Masih, mau makan lagi?"

"Enggak," Mikha menggeleng, "temenku sebentar lagi datang."

"Temen siapa?" Dari arah tangga, Daniel yang siap berangkat melontarkan tanya. "Siapa?" ulang pria itu dengan nada tegas.

"Kinara."

"Kamu nggak boleh macam-macam, ya, pacarannya. Jangan dibawa ke atas lagi!" peringat Daniel. Ia sempat geram saat tahu dari ibu mertuanya kalau anak laki-lakinya membawa masuk gadis ke kamar.

"Iya. Cuma di situ, kok, nanti." Mikha menunjuk sofa depan TV.

Daniel yang sudah diburu waktu segera bergegas. Alangkah kagetnya ia ketika membuka pintu utama ada seorang gadis berdiri mematung di depan rumahnya. Dan Daniel hampir saja menabraknya.

Kina yang hendak memencet bel pun terkesiap. "Siang, Om," sapanya kaku dibarengi anggukan kecil.

"Siang. Masuk aja, Mikha ada di dalam sama omanya," kata Daniel, lalu sebelum melangkah terlalu jauh, ia melanjutkan, "Kinara, kamu bisa bilang saya atau istri saya kalau Mikha macam-macam."

The Rain and I Where stories live. Discover now