24. Terpojokkan

16 4 3
                                    

Bel istirahat berbunyi, Kina segera mengambil paper bag berisi sweater Ivanna untuk dikembalikan. Menengok ke belakang, ia berkata kepada Celine dan Dara, "Gue sama Abel ke kelas sebelah dulu, ya. Mau balikin sesuatu. Kalian ke kantin duluan aja biar dapat tempat yang enak."

"Okay." Dara mengacungkan jempol.

"Sambil menyelam jangan lupa minum air, ya, Kin," canda Celine.

Kina menanggapi dengan senyuman tipis. Dia dan Abel segera menuju kelas IPA 1 karena takut Ivanna sudah lebih dulu ngacir ke kantin.

"Kok, lo bisa pakai sweater-nya Ivanna, sih?" tanya Abel penasaran. "Kan lo perginya sama Mikha."

"Waktu di pameran nggak sengaja ketemu sama Ivanna dan yang lain, terus makan bareng, eh malah bajuku ketumpahan minumannya Mikha. Jadi, dipinjemin, deh."

Abel manggut-manggut. "Oh, gue inget. Yang lo masuk instastory-nya Ivanna, kan? Wagelaseh, temen gue bentar lagi bakal ikutan famous."

"Apaan, sih, Bel!" Kina merengut tak suka.

Ketika Abel hendak berbicara lagi, Kina lebih dulu menyikut lengan sahabatnya lantaran mereka sudah tiba di depan kelas IPA 1.

"Hai, boleh minta tolong panggilin Ivanna nggak?" tanya Kina pada cewek yang dia lupa namanya, tapi mereka pernah satu kelompok saat MOPD.

Cewek itu melongok, lalu memanggil Ivanna yang kebetulan memang masih di dalam.

Gadis berambut panjang itu lantas menghampiri dengan senyum mengembang. "Hai, cari gue?"

"Iya. Gue mau balikin sweater lo. Sekali lagi makasih, ya." Kina menyerahkan paper bag dalam genggamannya.

"Sama-sama."

Untuk beberapa saat mereka diam dan saling menatap canggung. Abel yang gantian menyikut lengannya membuat Kina sadar bahwa ia sudah ditunggu Dara dan Celine di kantin. Gadis itu mengerjapkan mata, lalu berpamitan.

"Ya, udah. Gue duluan, ya, Iv."

"Kalian mau ke kantin?" tanya Ivanna menghentikan Kina yang baru berjalan selangkah.

Gadis itu mengangguk ragu. "Iya, kenapa?"

"Gue mau ikut, boleh?"

Sejenak pandangan Kina beralih ke Abel, lalu kembali lagi ke Ivanna. "Boleh." Cewek itu memaksakan senyum. Tidak ada alasan bagi Kina untuk menolak Ivanna mengingat primadona sekolah itu juga sudah berbaik hati kepadanya.

Sepanjang perjalanan, Abel mendadak seperti orang bisu. Kina yang berada di sebelahnya mengulum senyum. Dia tahu kalau saat ini temannya sedang gerogi lantaran Ivanna ikut bersama mereka. Tak ada beda dengan Abel, Celine dan Dara pun sempat kaget dan langsung bertanya melalui sorot mata setibanya Kina di kantin.

"Gue nggak ganggu lo sama yang lain, kan?" tanya Ivanna tak kalah sungkan mendapati masih ada teman Kina yang lainnya.

"Nggak, lah. Guys, Ivanna duduk bareng kita, ya?"

Dara mengangguk paling cepat. "Iya, santai aja."

"Makan apa, nih, enaknya?" tanya Kina saat merasakan perutnya terus-terusan berdemo.

"Siomay."

"Bakso."

"Mie ayam."

Alih-alih menjawab, Ivanna terkekeh melihat pemandangan di depannya. Dua tahun lebih sekolah di SMA Cendikia, baru kali ini dia bisa merasakan asyiknya duduk di kantin bersama teman-teman perempuannya. Biasanya, cewek-cewek yang dia dekati untuk sekadar menjadi teman jika ingin ke kantin kebanyakan sungkan atau yang menyebalkan adalah memanfaatkan kepopulerannya. Terlebih saat mengetahui jika mama Ivanna adalah mantan seorang model terkenal pada zamannya, mereka dengan tidak tahu diri menanyakan apakah ada pekerjaan yang mudah yang bisa menambah uang jajan mereka.

The Rain and I حيث تعيش القصص. اكتشف الآن