28. Insiden

14 6 1
                                    

"Habis les atau sebelum les?" Sekali lagi, Abel yang berniat menjenguk Kina meminta kepastian Celine dan Dara.

"Habis les aja biar nggak bolak-balik," jawab Dara.

"Celine gimana?" Kening Abel berkerut samar melihat wajah teman sekelasnya yang ternyata sangat out of the box.

Pada kenyataannya, geng di dalam geng itu memang benar adanya. Abel sudah membuktikan dengan membuat grup chat tanpa mengikutsertakan Celine di malam setelah mereka pulang dari bazar.

"Habis les. Biar sopir gue nanti tinggal ngikutin kalian." Celine menjawab sekenanya.

Abel mengacungkan jempol, lalu kembali menghadap ke depan karena Pak Wayan telah memasuki kelas.

Pukul empat lewat seperempat, Abel, Dara, dan Celine siap berangkat setelah tadi menghubungi Kina kalau mereka akan datang. Namun, sebelum ketiganya benar-benar keluar dari kelas, sebuah tanya datang dari mantan kapten basket sekolah.

"Kalian mau jenguk Kina?"

Abel yang membawa parsel yang tadi dipesan lewat aplikasi online memaksakan senyum. "Iya. Kenapa?"

Mario terdiam beberapa saat, kemudian dengan ragu ia bertanya, "Gue boleh ikut?"

"Boleh," jawab Celine sumringah, tanpa meminta pendapat teman-temannya.

"Oke. Kalian naik apa?"

Saat itulah, Celine menyesal karena sopirnya pasti sudah menunggu di depan. Seharusnya dia bisa menggunakan kesempatan ini untuk mengobrol dengan Mario, kan? Apalagi jarak rumah Kina ke sekolah cukup jauh.

"Dara naik motor. Gue nebeng Celine diantar sopir," jawab Abel.

Bibir Mario membulat. "Kalau lo bareng gue aja gimana? Gue 'kan nggak tahu rumahnya Kina. Jadi, kalau nanti ketinggalan gara-gara macet atau yang lainnya, nggak ngerepotin."

"Ya kalo macet terus lo ketinggalan malah bagus, sih," batin Abel geram.

"Boleh, tapi nggak ada yang marah 'kan, Yo?" canda Abel. Bibirnya kembali melengkungkan senyum. Berbanding terbalik dengan hatinya yang malas bukan main.

"Nggak, lah. Santai aja."

Mereka lantas bergegas. Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk tiba di rumah Kina. Gadis itu sempat terkejut mendapati adanya Mario yang ikut bersama Abel dan yang lain.

"Sorry, kaget ya gue ikut," ujar Mario, ramah seperti biasanya.

Kina menyunggingkan senyum tipis. "Sedikit. Ayo, duduk dulu," ajaknya pada tamunya.

Satu per satu mereka menyalami Bu Nita sebelum mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu.

"Ini buat Kina sama Ibu." Abel menyerahkan parsel yang dibawanya kepada Bu Nita.

"Repot-repot sih, Bel. Besok gue juga udah masuk, kok." Kina merengut tak suka.

"Iya, pada datang ke sini saja Ibu sudah senang." Bu Nita menambahkan.

"Nggak apa-apa. Masa jenguk cuma bawa badan doang, malu sama cicak," balas Abel menimbulkan tawa renyah.

Sementara Bu Nita pergi ke dapur untuk membuatkan minum, Kina dan teman-teman perempuannya membahas tentang sekolah, sedangkan Mario sibuk mengamati ruangan bergaya minimalis itu. Posisi duduk cowok itu yang paling dekat dengan pintu ditambah para cewek sibuk mengobrol entah apa membuatnya menjadi satu-satunya orang yang melihat jika ada kendaraan lain yang berhenti di seberang jalan rumah Kina.

Mario tersenyum menyeringai. Hanya dengan melihat helm yang dikenakan, ia tahu betul kalau orang yang masih mematung bersama sepeda motornya di depan sana adalah Mikha.

The Rain and I Where stories live. Discover now