19. Mengusik?

20 7 0
                                    

Sepertinya Kina belum pernah mendengar nasihat agar jangan terlalu banyak menceritakan orang yang disukai kepada orang lain, tak terkecuali mereka yang dianggap sahabat. Atau dia yang terlalu percaya bahwa temannya tak mungkin jatuh pada pesona pemuda yang sama dengannya. Dia lupa bahwa setiap manusia diberikan hati untuk mencintai dan menyayangi.

Perasaan Celine tidak salah. Kina yang setidaknya seminggu sekali menceritakan Mikha membuatnya secara tidak sadar memperhatikan cowok itu dalam hal-hal kecil sekalipun sampai akhirnya dia sadar kalau dirinya tertarik dengan lelaki itu. Dan Dara, harus menjadi orang paling pusing lantaran mengetahuinya.

"Aku cuma mau pindah tempat les, Pa!"

Nada kesal dan memaksa itu terdengar jelas di telinga gadis yang baru saja memasuki ruang tamu rumah sahabatnya.

"Nggak bisa, Cel. Papa sudah bayar untuk dua semester, kecuali kamu bisa mengganti uangnya baru Papa izinkan kamu pindah tempat les."

"Tapi, Pa ... di tempat les yang sekarang aku nggak ada temen yang deket."

"Jangan mengada-ada. Papa kenal beberapa orang tua teman sekolah kamu dan anaknya juga les di situ." Haris menatap curiga putri sulungnya. "Apa ini karena Mikhael?"

Celine menelan ludah. Dari mana ayahnya tahu tentang Mikha? Kepala gadis yang rambutnya sengaja di-curly itu sontak tertunduk dalam.

"Papa nggak tahu yang mana anaknya, tapi dia pasti yang langganan juara kelas, kan? Namanya sering disebut sama wali kelasmu kalau Papa ambil raport." Haris mendekat, lalu mengangkat wajah anaknya supaya melihatnya.

Mata Celine sudah berkaca-kaca. Orang tuanya termasuk strict parents. Jadi, kemungkinan besar, ruang geraknya akan lebih diawasi. "Dari mana Papa tahu?" Takut ia bertanya.

"Papa nggak sengaja baca di catatanmu waktu kamu ketiduran pas belajar. Cel, sekolah yang benar dulu. Tidak usah mengurusi hal yang tidak penting." Haris menepuk bahu putrinya dua kali, kemudian kembali mengurus pekerjaannya.

Dara melengos. Gara-gara itu ditambah pengakuan Celine kemarin, dia jadi malas ke sekolah. Tepatnya, malas melihat drama di antara teman-temannya. Mungkin belum sepenuhnya drama. Namun, seperti bom waktu, pasti akan meledak jika sudah saatnya.

"Si Eneng, udah ngalamun aja."

Cewek itu menoleh. Ada Kina yang yang baru saja menyamai langkahnya dengan senyum mengembang seperti biasa.

"Kin ...." Dara membiarkan ucapannya menggantung. Bimbang harus memberitahu atau tidak.

"Kenapa, Dar?"

"Eee ... kalau misalnya—"

"Gue balikin punya lo! Mario nggak butuh itu!"

Kedua gadis itu terkesiap melihat Rachel tiba-tiba menghadang jalan mereka. Wajahnya yang sadis makin terlihat menyeramkan kala matanya memicing tajam. Pandangan Kina jatuh pada barang yang diberikan paksa oleh Rachel. Ia menatap bingung satu pak plester luka yang ditambahi dengan ucapan lekas sembuh lengkap dengan namanya, sedangkan Dara membulatkan mata begitu menyadarinya.

Merasa tak pernah melakukannya, Kina yang seumur-umur tidak pernah tersandung masalah apalagi cari gara-gara duluan dengan anak orang kaya, berkata, "Sorry, tapi gue nggak pernah ngasih ini ke Mario. Mungkin ini Kina yang lain, bukan Kina gue."

"Lo pikir gue nggak tahu siapa aja orang yang deket sama Mario? Cuma lo yang namanya Kina, lo juga yang akhir-akhir ini dekat sama dia." Rachel mendengkus. Sudah jelas-jelas tertangkap basah, masih juga mengelak. Benar-benar dia ingin mencakar tampang sok polos itu dengan kuku-kuku palsunya.

The Rain and I Where stories live. Discover now