🌿PART 29🌿

187 32 0
                                    

__________🍀🍀🍀__________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

__________🍀🍀🍀__________

"Pokoknya lo nggak boleh lagi bolos kuliah!"

"Lah suka-suka gue lah. Kenapa jadi lo yang sewot sih?," Kata Aska santai sambil menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya. Dia mengabaikan setiap tatapan yang mengarah kepadanya. Berasa maling yang sedang di sidang.

Semua bermula ketika ada seorang laki-laki pengantar surat datang ke rumahnya. Aska meruntuki dirinya sendiri yang kenapa tidak bangun lebih awal, seandainya ia bangun lebih awal dan tahu surat itu akan datang dirinya pasti sudah menunggu bapak pos itu di depan pagar rumahnya. Namun naas, surat itu jatuh di tangan ayahnya.

Surat itu berisi surat peringatan dari kampus sebab Aska jarang masuk kuliah. Aska merasa dirinya tidak sesering itu membolos, mungkin.

Di saat hampir selesai sarapan Wardana langsung mengintrogasi putranya. Sungguh menjengkel kan melihat wajah Aska yang terlihat santai.

"Lo mau ngulang di semester depan? Masih untung unglang. Kalau di DO?"

"Ya kalau di suruh ngulang ya ngulang. Kalau di DO tinggal cari kampus lain. Nggak perlu di nggak perlu di bawa pusing kali bang." Selembar roti tawar melayang tepat ke wajahnya. Aska mengabilnya lalu melahapnya.

Semua pada menghela nafas. Begitu sulit memberi tahu anak itu. Tiba-tiba Aksa memegang bahunya membuat si empunya menoleh padanya. Menatap Aska dengan serius, "Aska, gue nggak masalah kalau gue harus berhenti kuliah. Tapi, gue nggak akan rela demi apa pun kalau lo sampai harus berhenti kuliah dan gagal ngeraih cita-cita lo. Gue akan merasa sangat bersalah, jadi gue mohon jangan buat gue merasa bersalah Ka!."

"Tolong. Jangan buat gue merasa bersalah." Tatapannya begitu dalam, Aska membenci tatapan itu. Aska tidak suka jikalau saudaranya itu mengemis kepadanya.

"Aska, kamu masih ingat kata ayah?," Aska mengangguk kecil. "Harus bertanggung jawab dengan keputusan yang kita ambil." Jawab Aska dengan tegas.

"Bagus kalau kamu masih mengingatnya. Dari awal, untuk melanjutkan pendidikan adalah keputusan dari kamu dan sekarang kamu harus bertanggung jawab dengan itu. Nggak ada alasan apa pun untuk kamu mundur. Ayah paham niat kamu, tapi juga harus memikirkan masa depan kamu Aska."

"Iya." Hanya itu yang dapat Aska katakan. "Terus Aksa gimana?,"

Aksa tersenyum lembut, "gue bakal ambil cuti atau mungkin keluar. Keadaan gue nggak memungkin kan buat kuliah lagi."

Aska tahu bahwa ada kesedihan saat Aksa berkata demikian. Dia paham seberapa besar minat Aksa untuk melanjutkan studynya. Di antara mereka bertiga Aksa lah yang paling pintar, sejak dulu dia selalu memperoleh peringkat 1 di kelas maupun paralel.

Dendelion🍀Where stories live. Discover now