Gadis itu harus butuh bicara dengan Aska. Dia tidak mau kalau hubungan mereka malah jadi memburuk, harus perang dingin seperti ini. Jujur, agak sedikit takut menghadapi Aska dalam modd serius maupun tengah marah seperti ini.

"Ka, bisa ngobrol bentar nggak?"

"Memang dari tadi lo ngomong sama batu?," tanya Aska balik.

"Lo masih marah sama gue? Lo mau sampai kapan nge-diamen gue kaya gini?." Tanya Eleena to the point. Dia tidak bisa lagi berbasa-basi. "Aska jawab! Lo mau sampai kapan kaya gini? Lo terus ngehindarin gue"

Aska mematikan kompornya sebelum menatap Eleena sepenuhnya. Masih dengan tatapan yang sama, datar dan dingin. "Lo tahu, gue nggak mau nyakitin lo. Kalau ucapan gue kurang jelas, sikap gue akan memperjelasnya." Tegasnya.

Eleena terdiam mendengarnya. Ia mengepalkan kuat-kuat tangannya di belakang tubuhnya.

"Tapi jangan kaya gini. Lo lebih nyakitin gue. Perasaan gue itu urusan gue apa pun resikonya bakal gue tanggung. Gue cuma mau kita tetap berteman, bersikap kaya biasanya. Apa itu sudah tidak bisa?,"

"Gue nggak maksa lo untuk balas perasaan gue. Gue sadar diri kok, kalau gue nggak akan bisa gantiin Fahira di hati lo. Apa setelah penolakan itu gue masih mau nyimpen perasaan itu? Enggak Aska. Gue mau lupain perasaan itu. Tapi apa kita harus kaya musuh seperti ini?"

"Tolong jawab gue! Apa kita harus kaya gini. Gue harus apa Aska? Bicara!." Sentak Eleena. Malam ini dia tidak ingin menangis karena lelaki di depannya.

"Lo mau kita kaya dulu? Lo mau ngelakuin apa yang gue bilang?. Apa lo nggak akan nyesel?," Aska bertanya dengan serius. Bukan dirinya ingin ikut campur urusan hati orang atau pun memaksa orang lain.

Tapi menurut Aska ini adalah sebuah kesempatan. Sudah Aska bilang dia akan melakukan apa pun untuk Aksa, akan membantu Aksa untuk mendapatkan apa yang dia mau. Seperti waktu kecil dulu, Aksa yang selalu mendahulukannya.

"Gue titip Aksa. Tolong, belajar mencintainya. Apa elo bisa El?," Aska hanya berharap bahwa ini tidak akan menyakiti siapa pun. Aska tahu Eleena adalah semangat utama saudaranya untuk tetap bertahan.

"Bisa El?,"

__________🍀🍀🍀__________

Sudah jam 23.15 ketiga pasang mata itu belum juga terpejam. Satu kasur yang cukup luas mereka tempati bertiga. Dengan yang paling tua di tengah, lalu Aksa berada di kanan berhimpitan dengan tembok sedang Aska di sebalah kiri.

Sedari tadi si kembar bercerita Shaka hanya sesekali ikut menimpali. Matanya terfokus pada layar persegi yang sedari sejam yang lalu tidak lepas dari tangannya, membuat si kembar penasaran.

Tiap kali di tanya tengah berkirim pesan dengan siapa, Shaka selalu menjawab dengan dosen ataupun teman. Lah, di kira si kembar anak kecil yang bisa di bodoh-bodohi apa.

Aksa dan Aska saling tatapan namun satu pemikiran. Aska menghitung satu sampai tiga tanpa suara, Shaka terkejut sekaligus panik saat Aksa merebut ponselnya. Aska langsung menahan kakaknya yang ingin mengambil ponselnya.

"Bacain Sa yang keras!" Printah Aska.

"Wahh, abang gue sudah besar ternyata."

"Balikin hp gue!"

"Terima kasih sudah ngaterin aku kemarin. Di mereka janjian besok di cafe Angkasa, ikut dong bang." Dengan sekuat tenaga Shaka mendorong Aska dari atas tubuhnya dan merampas ponselnya dari tangan Aksa.

"Cielah abang gue bisa jatuh cinta juga ternyata." Ledek Aska dengan gelak tawanya. Shaka sudah bersungut-sungut tapi itu malah membuat kedua tawa adiknya semakin kencang. "Siapa namanya Sa?,"

"Danaya apa Dayana ya tadi. Cantik Ka,"

"Nggak di ragukan lagi. Abang kita saja tampan pasti ceweknya yang spek bidadari gitu?." Si kembar bertepuk tangan dengan wajah bangga.

"Bang besok mau ketemuan sama pacarnya abang ya? Kita ikut dong." Pinta Aksa yang sudah pasti di tolak mentah-mentah.

"Lo gimana sih Aksa. Orang mau pacaran elo ngapain ngikut? Mau jadi nyamuk lo." Semprot Aksa seolah tengah membela Shaka padahal mah sama saja kaya Aksa.

"Siapa juga yang mau pacaran. Dasar bocil perusuh." Sewot Shaka dengan muka merah padam. Entah karena malu atau marah.

"Lah bukan pacar toh. Kasian banget abang gue."

"Brisik banget sih lo berdua. Tidur sana!."

"Wait! Serius nih kita tanya. Abang sama kakak itu pacaran nggak sih?,"

Shaka menatap jengah Aska yang sangat kepo itu, "bukan. PUAS LO!."

"Gebetan?,"

"Lah diam berarti benar. Saran gue sih bang langsung tembak saja nanti di ambil orang repot loh."

Aska spontan melirik kembarannya dengan memicingkan matanya. "Alah, lo juga sama sok-sok an ngasih nasehat. Lo tuh, nanti di ambil orang nangis. Di bilangin suruh nyatain nggak mau."

"Lah kenapa jadi lo yang sebel?,"

"Ya sebel lah. Banyak drama tahu, tinggal bilang apa susahnya si Aksa.. astaga gemes gue."

Bukkk

Shaka menatap kedua adiknya dengan datar. Brisik sekali, sungguh mengganggu kedamaian. Sebelum Shaka mengizinkan mereka tidur di kamarnya Shaka sudah bilang jangan rusuh. Tapi memang kambing congek.

"Gue bilang tidur, ya tidur! Brisik tahu nggak.",

"Iya iya ini mau tidur."

"Abang."

"Apalagi Aska, astaga!."

"Abang kalau mau lanjut chattingan silahkan. Kita nggak bakal ganggu kok."

"Tidur di luar!!"

"Selamat malam abang ku sayang. Muahh."

"Najis"

Aska bersama Aksa tekikik geli di dalam selimut. Puas sekali rasanya menggoda Shaka yang sepertinya tengah kasmaran.

__________🍀🍀🍀__________

__________🍀🍀🍀__________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Dendelion🍀Where stories live. Discover now