Alasan kematian

2.2K 195 42
                                    

Next! Jangan lupa Komen+Vote!
Happy Reading gaess!

[•••]

[•••]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

S

kip seminggu kemudian

Hari yang di tunggu pun tiba, kini Ranna menatap diri di depan cermin. Ia menggunakan dress berwarna biru selutut, maniknya menatap cermin yang ada di hadapannya. Cermin itu  menampakkan wajah pucat dan sayup.

Tak terasa  hari berjalan begitu cepat, padahal seminggu yang lalu ia berbicara pada Kavandra untuk menyudahi hubungannya.

Ranna tak merasa bahagia, ia hanya diam memandangi dirinya yang begitu bodoh.

Tubuhnya terlihat ringkih, dan kurus.
Di tambah ia terus memegang perut yang sedari tadi terasa sangat sakit. Ia terus berusaha menahan rasa sakit itu. Mungkin saja nanti membaik.

Sedangkan di bawah sana orang-orang tangah  mempersiapkan ruang tamu. Ruang tamu yang selama ini sunyi, dan sepi kini di sulap dengan pernak-pernik cantik. Menambah kesan kehidupan untuk menyambut kebahagiaan.

Acara kali ini memang tidak dihadiri banyak orang, hanya keluarga laki-laki itu. Kata Leo mungkin sekitar 4 orang yang datang, karena ini hanya pertemuan saja.
Namun, harus tetap terlihat elegan.

Ranna masih diam memandangi dirinya di cermin, sampai-sampai ia yak menyadari bahwa seseorang telah memasuki kamarnya.

"Muka lo pucet banget, Na." Ranna tersentak kaget kala mendengar suara itu. Ia langsung menoleh ke arah sumber suara.

Ternyata di depan pintu sudah berdiri Satya. Laki-laki berkulit pucat itu tampil dengan kemeja coklat.

"Ab-abang? Udah lama?" tanya Ranna gugup.

"Gak terlalu," jawabnya sambil mendekat.
Ia menatap wajah Ranna yang begitu pucat. "Lo sakit?" tanya Satya. Wajah laki-laki terlihat jelas kalo dia tengah panik.

"Aaa gak kok. Gue sehat-sehat aja," jawab Ranna seraya tersenyum sumringah. Sejujurnya itu hanya kebohongan untuk menutupi kebenaran. Laah iya, bohong emang gunanya nutupin kebenaran.

"Tapi muka lo pucet banget, Na." Satya menyentuh dahi Ranna, dahi gadis itu juga terasa cukup hangat. Karena bernyawa.

Ranna tak ingin menambah kekhawatiran Satya, ia menurunkan tangan Satya dari dahinya.

"Gue gak papa. Mungkin ini efek gugup. Perihal muka gue yang pucat, itu karena gue belum make up. Baru gue bersihin aja," kata Ranna.

"Muka pucet lo bukan karena gak make up, lo itu jarang make up. Ini pucet, pucet ke orang sakit." Satya nampak kekeh, ia peka bahwa adiknya itu tidak tengah baik-baik saja.

"Suttt! Udah deh gak usah berlebihan. Gue gak papa, nanti abis dandan gue gak pucet lagi," jawabnya. Ranna kembali duduk, dan mulai berkutik dengan alat-alat make up-nya.

RANNA • END • TELAH TERBITWhere stories live. Discover now