Maaf

3.2K 238 9
                                    

Happy Reading gaes!!

***

Cahaya mentari pagi menerobos masuk melalui jendela kamar. Seorang gadis tangah duduk sembari menyadarkan kepalanya pada punggung ranjang. Mata terpejam, merasa rasa yang sangat tidak nyaman.

Mual dan pusing. Hal ini mulai terasa semakin berat setiap harinya. Ranna melirik ke arah jendela kamar. Menghela nafas panjang, tanganya bergerak mengelus perut datar itu.

"Mah, mama dulu kayak gini gak? Pasti kayak gini sih, soalnya Bang Sat sering cerita kalo mama juga dulu sering sakit waktu hamil aku." Ranna tersenyum getir mengingat wajah cantik ibunya.

"Ma ... tadi Ranna mimpi mama. Kata mama, mama mau jemput Ranna. Beneran? Tapi kasian dia, Ma. Kalo mama jemput Ranna. Masa dia gak punya mama. Udah gak punya papa, gak punya mama juga." Kalimat itu keluar lirih dari mulut gadis itu.

Ranna memimpikan perempuan yang masih terlihat cantik, dan bersih. Perempuan itu tersenyum hangat pada Ranna, ia memeluk Ranna dengan pelukan kerinduan.

"Kamu tunggu ya, sayang ... nanti mama jemput." Masih teringat jelas kalimat itu di telinga Ranna. Suara yang sangat Ranna rindukan.

Saat asik termenung, pintu kamar terbuka. Menghadirkan sosok berwajah dingin, dan angkuh itu.

Ranna tersentak kaget, kala melihat laki-laki itu. Dia adalah Leo, ayahnya.

"Pa--papa ...."

Leo melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar Ranna, ruangan yang dingin terasa memanas karena kehadiran Leo.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Leo seraya duduk di tepi ranjang.

Susah paya Ranna menelan ludah. Rasanya ia benar-benar takut, bukan karena hal besar yang disembunyikan. Melainkan ketidak dekatan Ranna dengan Leo.

Laki-laki berusia 40 tahun itu hampir tidak pernah memperhatikan Ranna.  Ua hanya sibuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Hanya sebatas sapa menyapa saja. Beberapa kali bercengkrama, jika Leo tidak sibuk.

"Ba-baik," ujarnya gugup.

"Papa mau tanya sesuatu sama Ranna, boleh?"

Gadis itu terdiam hampir 1 menit, ia menatap setiap inci wajah sang ayah. Laki-laki yang nyaris tidak bisa ditebak suasana hatinya.

Dengan ragu-ragu Ranna mengangguk.

"Ranna ngerasa baik-baik aja selama ini?" Gadis itu diam hingga beberapa saat, lalu menggeleng.

"Apa yang Ranna rasain?"

Gadis itu tidak menjawab, ia malah menatap wajah yang tidak pernah berubah. Hanya sifatnya saja yang berubah.

"Kenapa papa baru tanya sekarang?" tanya gadis itu membuat Leo yang tadi mendekatkan wajahnya kini sedikit menjauh.

"Selama tiga bulan ini? Baru hari ini papa berani tanya-tanya Ranna? Kenapa? Kenapa papa gak berusaha deketin Ranna?" Seperentelan pertanyaan keluar dari bibir tipis gadis itu.

"Karena kamu baru bisa ditemui sekarang." Leo menjawab dengan ekspresi datar.v

Ranna tersenyum getir. "Oh, ya? Gak ada usaha gitu buat deketin Ranna? Gak mau yakinin Ranna kalo papa itu baik? Gak akan nyakitin Ranna." Mata Ranna mulai berkaca-kaca.

"Ran--"'

"Oh! Ya Ranna lupa. Papa cuman sibuk sama pekerjaan papa, bahkan papa lupa kalo papa punya anak perempuan yang setiap hari Ranna harus sendirian." Leo benar-benar tidak diberi kesempat untuk menjawab.

RANNA • END • TELAH TERBITWhere stories live. Discover now