Hilang

5.6K 387 7
                                    

Pagi hari seperti biasa, Kavandra bersiap dengan seragam sekolahnya.

Hari ini, ia merasa gelisah. Karena tak kunjung mendapatkan kabar dari Ranna. Biasanya, gadis itu pasti sudah menelponnya untuk di jemput.

Namun, boro-boro telpon masuk. Pesan semalam saja tidak ada balasan.

Tak ingin lama-lama tenggelam dalam pikirannya, ia segera bangkit dan berangkat ke sekolah.

[•••]

Sinar mentari masuk menembus pintu-pintu dan jendela gedung tua itu. Semua terlihat sangat jelas, begitupun dengan tubuh tak berdaya penuh luka dan memar.

"A--abang ...." lirih gadis itu serak dan pilu.

[•'•]

Kini Kavandra telah sampai di sekolahnya. Segera ia parkirkan motornya, dekat dengan motor sport berwarna hitam.

Sang pemilik motor pun masih berada di sana. Merapihkan rambut yang terlihat sedikit acak-acakan.

"Tumben sendirian," celetupnya seorang laki-laki yang baru saja sampai. Ia tengah merapihkan motornya sembari sesekali melirikan pandangannya ke arah Kavandra.

"Terserah gue dong," sahut Kavandra ketus.

Cowok itu tersenyum mengejek. "Yak elah, Van. Santuy. Kitakan besplen," ujarnya sembari merangkul Kavandra.

"Besplen besplen endasmu," ketus Kavandra kemudian pergi meninggalkan Seno.

Kavandra berjalan melewati kelas Ranna. Ia bertemu dengan gadis berambut sepundak.
"Ri, lu liat Ranna gak?"

"Lah, lo kok tanya gue? Bukannya hampir 24/7 lu bareng dia," ujar gadis itu heran.

"Dia gak mintak jemput gue. Gue pikir dah pergi deluan," jawab Kavandra kemudian berlalu dengan suasana hati yang mulai gelisah.

Tiba-tiba handphone di sakunya bergetar, segera Kavandra melihat siapa itu. Dilayar ponselnya tertulis nama Satya.

"Halo? Kenapa bang?" tanya Kavandra.

"Lo tau Ranna ke mana?" pertanyaan itu membuat Kavandra mengkerutkan dahinya.

"Dirumahnya mungkin."

"Gak ada, Van. Kata Bik Ning Ranna gak pulang semalem," sahut Satya.

"Tapi semalem dia bilang lagi di jalan komplek. Gak mungkin dia bohong, kan? Lu jangan bercanda, bang." Kavandra mulai gelisah.

"Sejak kapan gue becanda soal adek gue? Gue telpon, gak diangkat, gue chat juga gak dibales. Gue khawatir, Van. Sekarang lo? Lo bilang gue becanda," celoteh Satya dengan nada khawatir.

Kavandra terdiam mendengarkan penuturan Satya. Terdengar jelas, suara dari Satya menunjukkan bahwa dia tengah khawatir bukan main.

"Hari ini gue mau pulang ke Indonesia. Gak tenang banget gue lama-lama," ucap Satya dengan berat. Setelah mengatakan itu, Satya langsung mematikan sambungannya.

Kavandra menghela nafas gusar. Kemudian menatap pesan yang semalam ia kirim pada gadis itu.

Ia kemudian kembali memasukkan ponselnya kedalam saku dan berjalan menuju kelasnya yang berada di lantai 3.

[•••]

Dengan susah payah, gadis itu mengerjakan kakinya untuk lurus. Karena posisinya yang mengangkang. Rasa sakit menyerang hebat, air matanya yang kering kini kembali membahasi pelupuk matanya.

Ia menggigit bibir bawahnya, menahan sakit yang sangat luar biasa.

Ia berusaha bangkit, tetapi sayangnya tubuhnya sudah tak memiliki tenaga lagi. Ia hanya bisa menangis bisu. Siapa yang akan mendengarkannya, di ruangan yang kosong dan kotor seperti ini.

RANNA • END • TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang