Pertemuan

4.4K 314 27
                                    

Kini kedua mata itu bertemu, tatapan yang tak bisa di artikan.

Gadis yang tengah terduduk dengan selimut yang menutupi kakinya sampai ke pinggang. Tangannya meremas selimut kuat, jujur saja. Ia benar-benar takut, tapi kali ini ia harus bisa melawan rasa takut itu.

Sudah cukup 3 bulan ini ia seperti ini. Dinding keyakinan yang pelan-pelan gadis itu susun sendiri dalam ruangan yang ia agap terisolasi dari siapa pun.

Tidak semua orang bisa di sama ratakan. Memang, manusia terkadang ada yang berengsek ada juga yang tidak.

Rasanya tubuh Ranna mulai terasa nyilu, ini efek yang terjadi karena perlakuan kasar malam itu. Respon tubuh yang tidak baik.

Kavandra membeku, matanya tak bisa teralih oleh siapapun. Hari ini ia bisa melihat dengan jelas wajah gadis yang amat dia cintai.

Bekas-bekas luka di tubuh Ranna terlihat sangat jelas, tubuh yang terlihat makin mengurus, tatapan yang terlihat takut.

Melihat luka di tubuhnya saja sudah cukup membuat Kavandra sakit.

Hening ....

Ruangan itu hening, Satya pun bingung harus mulai dari mana.

"Boleh kita ke sana?" Suara Satya memecahkan keheningan.

Ranna menelan ludah dengan susah payah. Kemudian mengangguk samar.

Dengan tenang, dan berusaha membawa energi positif pada Ranna. Satya dan Kavandra mendekat.

Siapa yang mengira, hari ini menjadi hari yang sangat luar biasa untuk Satya dan Kavandra. Akhirnya, gadis itu mau bertemu orang lain selain dirinya.

"Nana tenang ya ... jangan takut ...." lirih Satya seraya mengelus tangan Ranna yang meremas selimut.

Ranna mengangguk menatap Satya, kemudian beralih menatap Kavandra. "Apa kabar?"

Deg!

Jantung Kavandra seakan ingin loncat keluar dari mulut. Sungguh, gadis itu berbicara padanya? Atau ini hanya halusinasi?

"Baik." Kavandra menjawab dengan susah payah.

Ranna menatap wajah gembul Kavandra, wajah yang dulu selalu ia cubit. Bahkan selalu ia tatap dengan dekat.

Gadis itu menggerakkan jari telunjuknya takut-takut.

Kavandra dan Satya hanya menatap bisu. Jari telunjuk itu menyentuh pipi gembul Kavandra.

Kemudian ia buru-buru menurunkan tangannya. Ranna tersenyum cerah seraya menampakkan deretan gigi rapihnya.

"Masih tuwing-tuwing," ucapnya sambil terkekeh geli.

Aaaaa, sungguh Kavandra ingin meloncat, salto, menendang.

'Mama! Anakmu ini di buat terbang,' batin Kavandra.

Satya yang merasakan perubahan Ranna yang jauh lebih baik merasa bahagia. Air matanya menitik, ia senang akhirnya Ranna bisa tersenyum cerah dan tekekeh.

2 bulan terkahir, Satya hanya melihat tangis Ranna. Mendengar suara tangisan yang begitu pilu.

Teringat kalimat yang Ranna katakan yang masih terus menggores hatinya.

"Nana kotor, dia ngerusak Ranna. Sakitt-" Gadis itu memegang dadanya yang terasa sesak.

"Ini sakit, hati Ranna sakit." Belum lagi Ranna juga sering mengeluh sakit pada bagian kemaluannya.

"Sakit, sakit semua ...." adu gadis itu padanya.

Masih teringat jelas tangisan, rintihan, erangan, saat gadis itu kambuh.

RANNA • END • TELAH TERBITUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum