EPILOGUE

5K 583 70
                                    

Meera berlari dan terus berlari sebagaimana yang anak buahnya perintahkan. Namun, suara berderap di belakangnya semakin terasa kencang. Ia tidak yakin apakah heels-nya bisa membawa dirinya kabur kali ini.

"Don't look back! Keep running," suara Daemon kembali mengingatkannya melalui headset wireless berwarna transparan yang terpasang di telinga kanannya.

"I'm trying!" Meera berusaha merespons meskipun napasnya sudah tersengal-sengal. "Seberapa lama lagi gue harus nunggu kalian?!" tanya gadis itu, frustrasi. Pasalnya, jalan yang ia lalui kini semakin terasa sempit dan diapit oleh bangunan-bangunan tidak terpakai di sepanjang sisinya.

"Kami semua lagi menuju ke sana."

"Oh crap!"

Meera segera menghentikan aksi kaburnya saat ia dihadapi oleh tembok yang begitu tinggi hingga tidak memungkinkan gadis itu untuk memanjatnya, sekalipun dengan tali yang telah dibekali oleh Daemon.

"Boss, are you okay?"

"Cut the bullshits! What should I do now?!" pekik Meera saat ia pikirannya buntu sebagaimana jalan yang sedang dirinya pijak.

Belum sempat Daemon menjawab, suara ketua kelompok yang saat ini mengejarnya terdengar menggema.

"Well, well ..." Pemuda bertubuh tinggi yang nyaris setara dengan Daemon itu menyeringai lebar. "Udah cukup main kucing dan tikusnya. Sekarang, kasih ke gue apa yang udah lo curi dari markas kami, Cantik."

"You wish!" Meera mendengus. "This belongs to me."

Sang ketua dan anak buahnya pun saling melemparkan pandangan lantas tertawa remeh. "Sejak kapan cewek kayak lo punya benda kayak gitu?"

Meera berdecak. Ia benar-benar muak dengan manusia yang suka merendahkan orang lain hanya karena dirinya perempuan. "Listen you, Jerk. Just because I'm a girl doesn't mean I can't beat you."

"Ouch, should I be afraid of that?" Lelaki itu mengibas tangannya. "Come on! You're being delusional."

That's it. All of this is just a dream.

"I am." Sang ketua menelengkan kepalanya melihat Meera mengangkat dagu. Gadis itu bahkan menunjukkan senyum sinisnya yang menandakan bahwa kelompok tersebut sama sekali bukan ancaman untuknya. "And I'm ready to kick your ass."

Terlebih dulu Meera menyimpan kristal merah sebesar telur di dalam sebuah kantung yang merekat di paha mulusnya, sebelum akhirnya melawan satu per satu musuh yang mulai memberikan serangan. Ia tidak perlu takut menghadapi mereka karena...

This is not real.

Meera terbangun dan mendapati wajah-wajah yang sarat akan kecemasan. "Ng ... ada apa nih?"

"Oh, Sayang." Ermina langsung memeluk anak bungsunya dan membantu gadis itu mengubah posisi menjadi terduduk. "Kamu jatuh dari tangga pas main sama Azka tadi. Untung nggak ada luka serius kata Candra. Cuma kepala kamu sempat kebentur sedikit jadi pingsan."

Meera mengerjap-ngerjap. "Terus Azka nggak apa-apa?" tanyanya khawatir.

Alih-alih ada yang menjawab, semua orang yang ada di sana justru menoleh pada sosok mungil yang tengah menyembunyikan diri di balik bundanya. Tampak sekali kesedihan di wajah tampan duplikat Bara tersebut. Azka takut, ia tidak lagi bisa bermain dengan tante kesayangannya walaupun terkadang super berisik.

"Azka oke, Onti. Azka nggak jatuh."

Meera menghela napas lega mendengarnya. "Syukurlah."

"Maafin Azka ya, Onti. Azka janji nggak lari-larian lagi di tangga."

DANGER: The Devil Wears High Heels #3Where stories live. Discover now