Chapter: Twenty Four

2.1K 570 60
                                    

"Feeling gangsta every time I see ya."
Lana Del Rey – Queen of Disaster

*

Kak Jan masih marah?

Tidak berapa lama kemudian, ponsel Meera bergetar singkat menandakan balasan dari sang kakak.

Jannah:
Lho? Bukannya kamu yang marah?

Meera meringis kecil, tidak ingin ketahuan Daemon jika ia sedang berlaku "curang".

Meera:
Udah nggak. Aku minta maaf soal waktu itu

Jannah:
Udah minta maaf belum ke mama?
Jangan ngedahuluin kakak.

Meera:
Belum sih, mama sama papa belum pulang.
Tapi aku udah saling berkabar kok.

Meera tidak berbohong. Kedua orang tuanya memang sedang pergi untuk menghadiri undangan pernikahan anak temannya yang diadakan di Solo sekaligus liburan selama waktu yang tidak dapat ditentukan alias suka-suka mereka, hubungan Meera dengan orang tuanya terutama Ermina sudah membaik. Meski begitu, belum ada kata "maaf" secara resmi yang Meera lontarkan langsung pada sang mama.

Jannah:
Tetap aja. Nanti kalau udah pada balik, jangan lupa minta maaf ya.
Ada apa nge-chat Kakak?

Meera:
Iya.
Mau nanya soal pembuatan nasi goreng.

Jannah:
Hah?
Kamu bisa cari di Google, Meer.
Itu nggak ribet kok. Tapi tumben???

Meera:
Jawab aja Kak.
Kan Kak Jan pernah bilang, beda pembuatnya, beda rasa. Takut yang di Google aneh rasanya!

Kemudian Meera tersenyum puas akan pesan dari Jannah berikutnya. Dengan dagu terangkat, ia pun menghampiri Daemon yang masih setia memunggunginya. Begitu fokus dalam membuat bumbu halus.

"Nggak pakai rebon?"

Daemon lantas menoleh pada Meera yang sudah berada di sampingnya. "Non Meera tahu rebon?"

Meera melotot mendengarnya. "Do you think I'm stupid?!" sewot gadis itu. Padahal ia juga baru mengetahuinya beberapa menit lalu dari Jannah. Selama ini Meera mengetahuinya sebagai "janin udang" saking kecilnya.

Daemon terkekeh. "Maaf, Non. Saya pikir Non nggak pernah ke dapur." Lelaki itu menunjuk jemari Meera dengan dagunya. "Kukunya terlalu cantik buat ngubek-ngubek kulkas."

Mau tidak mau, Meera tersipu. Padahal sih, Daemon berniat menyindir. Tidak ada nada memuji sama sekali. "I know right? Ini nails art terbaik yang pernah gue coba. Kalau lo suka, gue bakal balik ke salon itu lagi next time. Temanin ya?"

Daemon mengembuskan napas. "Saya nggak bisa nolak, kan?"

"Betul."

"Non tadi nanyain rebon, saya nggak punya. Kita ganti teri medan aja nggak apa-apa?" Daemon menawarkan.

"Teri Medan?" Meera menelengkan kepala. "Emang teri-teri gitu ada kotanya? Berarti ada teri Jakarta?"

"Ada," jawab Daemon asal. "Bentuknya kurus, kecil kalau dibanding sama saya, ada rambutnya pula warna merah."

Menyadari Daemon tengah meledeknya, antuasiasme di kedua mata Meera mengenai perterian pun lenyap. "Ha-ha-ha. Funny!" Gadis itu memutar mata, kesal. Terlebih pada dirinya sendiri karena...

BISA-BISANYA IA TIDAK TAHU TENTANG IKAN TERI! Setahunya, teri ya teri saja. Nggak ada nama panjangnya apalagi kota asal. Ugh! Kalau seperti ini, Daemon pasti menganggapnya benar-benar bodoh.

DANGER: The Devil Wears High Heels #3Where stories live. Discover now