Chapter: Twenty Eight

2.2K 565 71
                                    

"Stuff like love can't make me drop a single tear drop."
(G)I-dleTomboy

*

"Kamu berapa bersaudara?"

Pertanyaan Laras masih terngiang-ngiang di benaknya. Hal tersebut membuat Daemon tidak sadar jika dirinya kerap memandang kosong mangkuk sendok di tangannya. Ia tahu, Laras menanyakan hal itu hanya karena ingin membuat suasana di antara mereka tidak kaku. Laras ingin Daemon merasa santai dengannya.

Namun, sampai kapan pun hal tersebut sulit dibayangkan Daemon sendiri. Jangankan merasa santai, berdekatan dengan perempuan itu saja membuat Daemon merasa semakin tidak pantas mendapat perlakuan baik.

"Kalau lo terus ngelamun, mending gue makan sendiri deh!"

Ucapan Meera lantas membuat Daemon tersentak. "Maaf, Non."

"Mikirin apa sih?" Meera memutar mata. Niat pengin romantis, ia malah merasa keki sepanjang pemuda tiang listrik itu menyuapinya. "Kalau lagi sama gue, jangan mikirin yang lain. Gue nggak suka!"

Daemon tersenyum tipis mendengarnya. "Nggak mikirin apa-apa, Non."

Meera berdecih. "Bohong banget. Kalau nggak mikirin apa-apa, mikirin siapa-siapa gitu maksudnya?"

Daemon mengembuskan napas. "Iya. Kepikiran ambu," balasnya, berbohong.

Kebohongan yang berhasil membuat Meera membisu tapi tidak lama kemudian justru menimbulkan masalah baru. Ya, apalagi kalau bukan karena Daemon mengungkit tentang ambu?

"Gue belum sempat ngunjungin makam ambu. Harusnya hari ini." Meera cemberut. "Mana minggu ini ada 3 deadline video konten tapi belum gue edit."

"Nggak usah juga nggak apa-apa, Non." Kemudian Daemon berusaha menyuapi Meera kembali. "Lagi, Non?"

"Udah nggak nafsu!" Meera melotot kesal. "Lo tuh ya! Gue, kan, mau doain ambu. Emang lo nggak mau nyokap lo dapat banyak doa?! Lagian ..." Meera kemudian melanjutkannya dengan penuh percaya diri, "Sekalian minta restu."

Daemon tidak tahu harus bagaimana merespons. Di satu sisi, ia merasa dirinya dan gadis api ini semakin terikat. Dan entah mengapa Daemon merasa sulit melepas simpulnya. Seperti yang pernah dikatakan, tujuannya berubah. Sekalipun berbahaya bagi hati, setidaknya ia bisa menebus dosa dengan menjaga Meera. Tapi di sisi lain, perasaan bersalah semakin menghantui. Semakin membesar dan menghimpit dadanya. Ditambah dengan kejadian beberapa saat lalu.

"Kok diam sih? Nggak suka?"

Daemon mengembuskan napas. "Saya harus jawab apa, Non?"

"Ya apa kek! Senyum-senyum kek! Atau lompat-lompat gitu," jawab Meera, sedikit memaksa.

Mau tidak mau, Daemon tertawa kecil. "Saya bukan kodok, Non."

"Ha. Ha. Ha." Meera tertawa menyindir. "Bisa banget ngalihin pembicaraan—aw!" Gadis itu meringis kecil seraya memegangi perut bagian bawahnya.

Daemon lantas melemparkan tatapan cemas. "Nyeri lagi, Non?"

Meera mengangguk kecil sambil memejamkan kedua matanya sejenak. "Kayaknya besok lo nggak usah ke sini. Gue nggak yakin bakal bisa ke mana-mana dalam kondisi begini," ujarnya, tidak berbohong. Meera memang sering seperti ini saat tamu bulanan datang, membuat siapa pun di griya tawang khawatir akan kondisinya yang kerap merintih dan tidak nafsu makan.

Biasanya, segala cara dilakukan para bibi untuk membangkitkan selera makan non Meeranya. Tapi kali ini caranya cukup berbeda. Para bibi seakan sudah hafal solusi yang tepat untuk membangkitkan suasana hati non Meera.

DANGER: The Devil Wears High Heels #3Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum