Chapter: Nine

3.4K 798 85
                                    

"I'm priceless. A prince not even on my list."
BLACKPINK – Lovesick Girls

*

Meera...

Meera...

Meera...

Kedua mata Meera terbuka. Ia lantas terduduk dan menyisir pandangan, tapi lagi-lagi tidak menemukan siapa pun. Ya, ini bukan pertama kalinya. Suara itu entah mengapa terasa dekat sekaligus terasa memilukan.

Meera menyugar rambut merahnya, gusar. Jujur saja, gadis itu sedikit terganggu. Tidurnya jadi tidak nyenyak semenjak kejadian seperti ini menimpanya. Dan setiap kali suara perempuan misterius tersebut hadir, Meera selalu terjaga sepanjang malam. Tidak lagi bisa tenggelam dalam mimpi hingga fajar datang.

Gadis itu menyibak selimut sebelum akhirnya bangkit dari ranjang untuk mengambil segelas air di dapur. Usai melepas dahaga yang tiba-tiba menyerang, Meera termenung sejenak di kursi meja makan tanpa takut ada yang mengusiknya karena kini telah memasuki pukul 02:00 dini hari.

Sudah seminggu berlalu semenjak Daemon bergabung dengan Red Cobra atas kehendaknya sendiri. Bukan tanpa alasan Meera membuat keputusan demikian. Selain karena Daemon memiliki bakat untuk menciptakan senjata yang mungkin akan berguna bagi mereka, lelaki itu juga sepertinya terlatih dalam melarikan diri dari kejaran mafia yang menurut Beni "sangat jarang ada yang bisa lolos". Para anak buahnya saja sempat terkagum-kagum mendengar kisah bagaimana Daemon—yang tidak berlindung dalam kelompok mana pun—bisa "bebas" seperti sekarang.

Karena sepemahaman semua orang, ketika pihak mafia sudah menargetkan seseorang atau sebuah kelompok, mereka tidak akan berhenti mengejar sebelum memastikan jasad incarannya tidak lagi bernyawa.

Namun, bukan itu yang sedang dipermasalahkan olehnya kali ini. Meera yakin jika seluruh anggota akan melindunginya, pun sebaliknya. Hanya saja, ini perihal Daemon seorang dan...

Sesuatu dalam dirinya yang tidak Meera mengerti.

Laki-laki adalah makhluk yang paling gadis itu hindari, kecuali keluarganya. Al Meera Salim tidak pernah ingin terlibat dengan persoalan hati yang membuat para pecinta kerap terjebak dalam labirin tak berujung. Meera tidak sudi dibuat pusing meskipun menurut mereka yang mencintai dan dicintai, hal tersebut merupakan tantangan yang menyenangkan. Membuat mereka merasa "hidup". Juga, akan berakhir bahagia bila diperjuangkan.

Cih! Bagaimana mungkin ada yang rela menyulitkan keadaan diri sendiri demi hidup bersama seseorang yang mereka inginkan? Walaupun memiliki bukti nyata di kehidupannya seperti kedua kakaknya maupun kedua orang tuanya tentang "happy ending" yang dibicarakan, tetap saja Meera enggan menghabiskan waktunya untuk menderita dalam perjalanan. Sedikit pun saja ia tidak mau sakit hati.

Prinsipnya, untuk apa tenggelam dalam lautan yang penuh akan ombak hanya demi menikmati indahnya pulau di seberang? Meera bisa membuat pulau sendiri kalau ia mau.

Sayangnya, prinsip tersebut seakan tidak berlaku setelah kecelakaan beruntun yang menimpanya. Meera yang tidak pernah mau ikut nongkrong saat teman-temannya jika salah satu saja membawa pacar saking tidak inginnya melakukan interaksi dengan lawan jenis, justru kini harus memimpin puluhan pemuda sekaligus.

Dan sekarang justru ditambah dengan kehadiran Daemon yang semakin membuat Meera tidak paham.

Daemon memang membuatnya nyaman. Tapi entah mengapa Meera justru merasa "lemah" jika bersama lelaki itu. Tubuh tinggi menjulang serta bahu lebarnya seolah ditakdirkan sebagai perisai untuk Meera. Gadis itu secara perlahan merasa dua kali lipat lebih aman tiap kali Daemon berada di sisinya hingga tidak ingin menciptakan jarak.

DANGER: The Devil Wears High Heels #3Where stories live. Discover now