Chapter: Thirty Three

1.7K 513 32
                                    

"I'll be the actress starring in your bad dreams."
Taylor Swift – Look What You Made Me Do

*

"Non, Non Meera dengarin penjelasan saya dulu." Daemon bergegas bangkit untuk mencegat Meera yang sudah mencapai ambang pintu kamar kostnya. Ia merasa, Meera perlu mengetahui siapa dirinya. "Saya emang kenal—"

Meera langsung mengacungkan telunjuknya. "Don't you dare say her name!" tukas gadis itu.

Daemon meneguk ludah melihat betapa murkanya Meera. "Maaf, tapi saya benar-benar nggak sepenuhnya terlibat, Non. Non Meera harus percaya sama saya."

"Percaya sama orang yang berusaha nutupin kesalahan fatalnya di depan gue? Lo udah ngebodohin gue, Daemon!" Meera memukul-mukul kepalanya dan menjambak rambutnya, frustrasi. "Kenapa sih hidup gue selalu berputar di dia?!"

Lembut, Daemon berusaha melepaskan cengkeraman gadis itu pada rambutnya sendiri. "Non, saya tahu. Keputusan saya itu semata cuma karena takut lebih sulit lagi keadaannya kalau Non Meera sampai tahu—"

"Lo berharap bisa nipu gue seumur hidup? Lo anggap gue makhluk yang nggak punya perasaan?!"

Daemon menggeleng kuat. "Nggak, Non. Nggak begitu." Kemudian ia meraih tangan Meera yang masih mengepal kuat meskipun sudah berhasil dijauhkan dari kepalanya. "Non, saya mohon. Dengarin saya dulu yuk di dalam? Ada banyak yang mau saya jelasin."

"Nggak sudi! Lo bisa aja jahatin gue nanti setelah gue tahu semuanya!"

"Hal pertama yang pengin saya lakuin setelah kepergian ambu cuma kebahagiaan Non Meera." Daemon tidak tahu lagi harus berkata apa. Ia pun hanya mengutarakan apa yang dirasakannya saat ini. "Please, Non?"

Meera benci kala itu dirinya justru mengalah dan membiarkan Daemon menuntunnya ke dalam. Namun, nyatanya keputusan tersebut tidak seratus persen buruk. Ia jadi tahu akan latar belakang Daemon yang gelap bahkan sulit dipercaya. Meskipun begitu, semua belum cukup menjelaskan perihal monster dalam kehidupan Salim yang berhubungan dengan pemuda itu. Daemon masih setia membisu tentang "kakaknya" walau Meera mendesak dengan alasan...

Meera cukup mengetahui soal pemuda itu. Tentang perasaan Daemon. Tentang bagaimana Daemon ingin menjaganya. Tentang Daemon di masa kini dan ke depannya.

Tentu saja hal tersebut membuat Meera murka karena Daemon masih dianggap "berpihak" pada monster dalam kehidupan Salim. Namun, yang tidak Meera ketahui adalah...

Di sisi lain, Daemon hanya tidak ingin Meera semakin salah paham. Terlebih, pembicaraan tentang "Sabrina" adalah topik yang sensitif untuk gadis itu. Pandangan Meera pun sedang tidak bisa objektif tentangnya. Daemon takut, pengakuannya tentang segala hal berbau sang kakak membuat takdir semakin menjauhkan keduanya.

***

"This is why you shouldn't be doing it in the first place!" Pemuda itu masih tidak percaya jika sang kakak "membunuh" diri sendiri dan membangun karakter lain. "Please, stop! You go too far."

Daemon menyugar rambutnya frustrasi. Ia tahu, ia juga salah karena telah mendukung sang kakak di awal. Namun, dirinya tidak berharap akan berakhir rumit seperti ini.

Tapi sosok jelita tersebut tidak mendengarkannya. Alih-alih begitu, ia justru yang menjauhi Daemon dan tidak lagi melibatkan sang adik. Bahkan berani mengancam Daemon jika masih berkeliaran di depan wajahnya.

Daemon baginya sudah menjadi penghalang. Tidak bermanfaat sama sekali. Ia tidak sudi mengubur perasaannya, merelakan segala hal serta rencana yang telah tersusun rapi hanya untuk menjadi waras. Ia merasa semua ini berhak menjadi miliknya atas semua usaha yang dikerahkan.

Hingga segalanya sudah tidak terkendali. Daemon yang sudah tidak lagi memantau kondisi sang kakak, tiba-tiba dikejutkan dengan kabar bahwa putra Hamdan Salim mengalami kecelakaan.

Daemon berusaha mencari berita selengkapnya. Terlebih, keadaan tentang sosok yang "kabur" bersama lelaki itu, tapi ia tidak menemukannya. Semua hanya menjelaskan jika insiden tunggal tersebut menyebabkan Al Barra Salim koma saat berlibur dan berfokus pada nasib HS Entertainment. Setidaknya, begitulah yang dibaca di berbagai artikel.

Ia tahu, media telah direkayasa. Tapi Daemon yakin jika pihak Salim yang saat itu memegang kendali adalah alasan di balik "terhapusnya" sosok Sabrina di mana pun. Dan hal yang paling membuatnya khawatir...

Dutch akan mengetahui yang sebenarnya.

Ketakutan Daemon benar adanya, tapi tidak pernah terjadi. Penantian pemuda itu akan kedatangan sang ayah terkubur sudah kala mendengar kabar bahwa pihak kepolisian setempat berhasil menangkap komplotan mafia tersebut, tanpa terkecuali. Entah itu merupakan sebuah keberuntungan atau justru kesialan karena...

Pada akhirnya Daemon terjebak dalam kesendirian.

Daemon benar-benar kacau. Daemon tidak tahu arah. Ia tidak bisa kembali. Harus dibawa ke mana hidupnya?

Lalu ia bertemu dengan ambu.

Daemon mungkin tidak benar-benar beruntung karena hidup dengan ambu, tidak menjamin segala hal. Wanita itu bukan seseorang yang "berada". Komunikasi yang dibangun antara keduanya di awal pun cukup sulit karena Daemon tidak begitu fasih berbicara dengan bahasa Indonesia. Sering terjadi salah paham. Namun, untuk pertama kalinya Daemon merasakan sosok "ibu" dalam diri ambu. Ia bahagia dalam kesederhanaan maupun kesulitan. Kasih sayang, kekeluargaan, serta perhatian yang ambu berikan sanggup membuat Daemon merasa menjadi manusia sesungguhnya. Ia merasa "tepat" berada di pelukan ambu.

Di sanalah kehidupannya menjadi seorang Dean dimulai. Nama yang diciptakan ambu untuknya agar lebih terasa "lokal" dan mudah disebut wanita itu. Permasalahan yang dialami hanya tentang keuangan, kesehatan ambu, dan sebagainya. Tidak ada adegan kasar. Tidak ada permasalahan yang serius. Para tetangga pun sangat baik pada ambu hingga dirinya juga bisa menjalin pertemanan dengan salah satunya, Zahra.

Ambu sama sepertinya. Sebatang kara. Suaminya sudah meninggal 13 tahun lalu sebelum mereka sempat dikaruniai anak. Itulah mengapa kehadiran Daemon sangat disyukuri oleh ambu. Sekalipun pemuda itu bukan bocah lagi, ambu tetap merasa terhibur dan tidak pernah kesepian.

Hidupnya yang sudah tenang itu lantas runyam karena momen kecil yang mempertemukan Daemon dengan salah satu sosok yang dihindari. Ditambah, ia melakukan kebodohan dengan menyarankan gadis itu untuk mengecat rambutnya menjadi warna merah hanya karena tiba-tiba merindukan sang kakak.

Mulai detik itu, Daemon berusaha menghindari segala tempat yang memungkinkan didatangi oleh penyandang Salim, khususnya si gadis api yang kerap berkeliaran.

Sayangnya, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh bagi Daemon karena dirinya tetap tidak bisa lepas dari bayang-bayang penampilan Al Meera Salim yang baru karena ulahnya. Tidak sering memang, tapi tidak jarang juga dirinya bermimpi tentang sosok gadis berambut merah yang selalu memunggunginya. Dan ketika menoleh, sosok itu bukanlah Sandara yang dulu...

Melainkan Meera.

Alih-alih melepas kangen dengan masa lalunya, ia justru kerap dibuat menderita karena perasaan bersalah yang terus menghampiri. Sosok berambut merah yang kini tertanam di kepalanya bukan lagi sang kakak, tapi gadis yang kelak berhasil memorak-porandakan hati dan hidupnya.

👠

Update lagi nih. Senang nggak?
Terima kasih untuk 15K votesnya buat cerita ini. Maaf kalau masih banyak kekurangan. Semoga chapter ini tetap bisa menghibur kalian ya

Love you!
See you!

DANGER: The Devil Wears High Heels #3Where stories live. Discover now