Chapter: Eight

3.4K 804 59
                                    

"What a thing to be human, made her more of woman."
Selena Gomez – Look At Her Now

*

"You okay?"

Meera mengerjap-ngerjap, menyadari ia telah melamun sejenak. Tampan. Itulah yang ada di pikiran Meera pertama kali saat diperlihatkan wajah sang penolongnya dari kejaran anak buah mafia.

Kedua matanya hitam pekat segelap malam bersorot tajam, sepasang alis tebal yang panjang dan sedikit menukik seakan tengah "menilai" siapa pun hanya dengan berdiam diri, hidung mancung walaupun tulangnya agak lebar, bibir atas juga bawah yang tebal serta tampak berbelah, rahang yang tegas nan tajam seolah mampu mengiris apa pun layaknya mata pisau.

Jangan lupakan hal yang paling menarik di pandangan Meera. Rambut cokelat gondrong bergelombang 2 senti di atas pundak yang dikuncir asal hingga masih banyak helaian yang menutupi tengkuknya. Entah mengapa, model potongan tersebut terlihat seksi. Belum lagi raut wajahnya yang terkesan dingin. Namun, ketahuilah jika pemuda itu merupakan pemilik senyuman termanis yang pernah Meera lihat.

"Are you hurt?"

Pertanyaan kedua yang dilayangkan padanya, berhasil membuat lamunan Meera lagi-lagi menguap. Gadis itu pun hanya menggeleng meresponsnya.

"Great! Tunggu sebentar."

Lelaki itu membuka pintu di sebelah Meera dan menyembulkan kepalanya keluar untuk memastikan komplotan mafia telah berlalu. "Mereka udah pergi," gumamnya, lantas menaruh kembali korek api yang sudah tertutup pada saku dalam jaket jeans hitamnya yang sudah pudar menjadi keabuan.

Meera pun mengerti bagaimana dirinya bisa lolos. Lelaki itu telah membawanya ke sebuah bangunan rahasia dari pintu masuk tanpa handle yang tampak seperti tembok biasa dari luar. Tapi...

Benarkah ia sudah aman? Atau justru malah masuk ke lubang yang lebih berbahaya?

Alarm di kepala Meera berbunyi, tapi entah mengapa ia tidak melakukan apa pun untuk menyelamatkan diri. Alih-alih begitu, Meera justru membiarkan lelaki asing tersebut menarik lembut tangannya, membawa ia kembali keluar dari persembunyian yang kini membuat Meera dapat melihat dengan jelas wajahnya hingga postur tubuh tegap nan jangkung sosok di hadapannya.

Meera memang terbilang kurus, tapi dirinya bukan gadis berukuran mungil. Hanya saja, lelaki ini sangat-sangat tinggi. Bahkan ketika dirinya tengah mengenakan Whitney yang mencapai 12 senti meter, puncak kepalanya hanya sejajar dengan bahu lebar itu. Bisa dibilang mencapai 6.5 kaki.

"Halo?"

Meera mengerjap-ngerjap untuk kedua kalinya saat tangan besar lelaki itu melambai kecil di depan wajahnya. Lagi-lagi, dirinya melamun. "Sori. Lo bilang apa barusan?"

Sang pemuda asing kembali tersenyum. Kali ini menunjukkan rentetan giginya yang rapi hingga Meera menyadari keunikan lain dari sosok tersebut. Kedua gigi taring atasnya sedikit lebih panjang dibanding sepasang gigi seri lateralnya. Hal yang mengingatkan Meera pada tokoh fiksi dalam novel-novel aliran fantasi.

"Mau diantar pulang?"

Meera tampak ragu menjawabnya, "Kayaknya nggak perlu. Gue bisa sendiri."

"Yakin?" Lelaki itu menyisir pandangan. "Seharusnya sih mereka udah keluar dari area sini, tapi tetap berisiko. Gue antar aja ya?"

"Naik apa?"

Batin Meera kemudian menggerutu pada diri sendiri karena pertanyaan itu. Tidak seharusnya ia menerima tawaran tersebut. Tapi jika dipikir-pikir lagi, wilayah ini terasa asing. Sepertinya, Meera tidak lagi berada dalam daerah kekuasaannya. Entah bagaimana Arif bisa membawanya sampai ke tempat tidak jelas begini.

DANGER: The Devil Wears High Heels #3Where stories live. Discover now