59

40 5 0
                                    

Wajahnya masih terlihat lesu padahal baru saja dibasuh dengan air yg terasa dingin kala pagi, Lingkar hitam mulai terbentuk di kelopak mata. Raganya memang terasa segar setelah beristirahat, namun tidak jiwanya. Tetap lelah selama apapun dia tertidur.

(Name) membuka pintu kamarnya berjalan menuju meja bar yg menjadi batas antara ruang tamu dan dapur. Segelas air ia teguk membasahi kerongkongan yg kering sejak tadi. Puan tak bergerak sedikitpun dari posisinya, sibuk menikmati ketenangan yg ada.

Hening, sunyi, sepi, hanya ada dirinya di unit apartemen tersebut. Terhitung sudah beberapa bulan sang kekasih pergi meninggalkannya, kini (name) baru menyadari bahwa kediaman ikut mati.

Biasanya baji akan banyak berceloteh ria menceritakan banyak hal, menggobal, mengucapkan banyak kata pujian nan manis, dan tertawa dengan suara yg menggelegar. Beruntung apartemennya kedap suara.

(Name) rindu sang pujaan hati yg meramaikan suasana dan mewarnai hidupnya, bagaimana ia memperlakukan Puan, begitu banyak afeksi yg (name) Terima. Jika berangan tuan disini sekarang, samar samar hawa sosoknya yg hangat masih membekas dalam ingatan. Rasanya nyaman, namun hampa tak sehangat jika bersamanya langsung.

Ting tong!

Tok! tok! tok! tok! tok!

Suara bel dan ketukan pintu terdengar tak sabaran memecah ketenangan kediaman (name), sang pemilik unit beranjak jengkel dari duduknya menuju pintu masuk.

Kala pintu terbuka tatapan tak suka dilayangkan pada pendatang.

Paman, adik dari ibunya. Wajah pria tersebut masih terlihat buruk dengan luka dan perban di wajahnya.

"Anak bajingan ini-" belum sempat menyerang (name), tubuh pria tersebut justru terbanting keras ke lantai hingga pingsan.

"Dia masih punya muka buat muncul? akan kucabik wajahnya jika perlu"

'Ide bagus, kau perlu melakukannya' suara itu kembali terdengar dalam kepalanya. (Name) terdiam beberapa saat.

Spontan tubuh Puan bergerak masuk lalu kembali membawa sebilah wakizashi dan berjongkok di hadapan tubuh pamannya. "Bagian mana dulu yg dipotong?"

"Bagaimana dengan mulutnya yg banyak mengoceh itu?"

"Hm? Ide bagus, tapi lebih seru dia sadar gk si? Mohon mohon ampun"

"Itu butuh ruang tertutup, disini gk ada"

"Hmm... Bener juga" ucap (name) dengan senyum miring, "jya~ kalo gitu.....

.
.
.

"Mulai hari ini kamu tinggal disini sampe prilaku kamu membaik, bibi bakal panggil kenalan bibi yg psikiater!" titah ibu matsuno pada keponakannya.

Ibu rumah tangga itu marah besar mendengar berita dari pemilik apartemen, gadis itu hampir saja membunuh seorang pria yg ternyata pamannya sendiri. Rencananya untuk menunjukan kimono baru yg akan (name) pakai nanti saat malam tahun baru sirna, malah berubah menceramahi.

(Name) memijat pangkal hidungnya, "gausah bi, percuma" sautnya.

"Gak (name), kamu mulai gk kekontrol lagi!" sentak ibu matsuno.

Lagi, kalimat yg serupa itu kembali memasuki indra pendengaran puan membuatnya muak, ini juga bukan kemauan dirinya, 'dia' lah yg salah karna terus mengikis kewarasannya.

"Bibi denger dari pemilik apartemenmu kalo kamu ngerusak fasilitas lagi? Kemaren kamu hampir masuk penjara gara gara mukulin paman mu, sekarang hampir bunuh dia"

Baji Keisuke | Meu NamoradoWhere stories live. Discover now