31

86 6 0
                                    

Suara mesin motor berkecepatan tinggi menderu di sunyinya gemerlap malam, kendaraan beroda dua itu terus berkelana menjamah jalanan, menuju tempat tujuan, menjauhi hiruk pikuk kota Tokyo yg seakan tak pernah tertidur.

Sang pemilik mengendarai motornya bak orang kesetanan— lebih tepatnya penuh emosi, wajahnya merah kentara dengan air mata yg terus mengalir membasahi pipi. Beruntung awan tak menurunkan muatannya malam ini. Jika iya, lengkap sudah lara si gadis.

Motor besar yg telah melaju sekitar 2 jam kini berhenti di tujuan akhirnya. Perbatasan antara laut dan daratan, lokasi yg menjadi tempat berlabuhnya kapal dan dipenuhi tumpukan kontainer besar.

Suzuki Gsx750e terpakir manis di dekat sang pemilik yg tengah duduk di bibir dermaga, sekotak rokok dan pemantik yg baru dibelinya tadi ia keluarkan dari saku. Mengeluarkan salah satunya tuk di sulut dan di hisap, kepalanya menengadah memejamkan mata menikmati asap nikotin memenuhi paru parunya, kemudian di hembuskan ke udara.

Saat ujung cerutu kembali didekatkan ke bilah bibir, pergerakannya terhenti di tengah, seperdetik kemudian meremat lintingan tembakau tersebut.

"merokok tuh gk bagus"

Puan berdecih kecil mengingat ucapan mantan kekasihnya beberapa jam sebelum menjemput ajalnya. Manik coklatnya menatap kosong ke telapak tangan yg sempat meremat rokok, terdapat luka bakar yg terlihat segar disana.

Ah ya, puan lupa barusan ia meremat batang rokok yg masih menyala. Tapi ntah kenapa ada rasa lega di hatinya atas rasa sakit yg ia rasakan. Dalam dirinya membuncah rasa ingin melukai dirinya lagi dan lagi, membayangkan rasa yg akan menjadi candu seperti yg dulu ia lakukan.

Sebatang rokok kembali ia bakar, digunakan untuk mengukir luka di sepanjang pergelangan tangan, memenuhi hasrat melukai dirinya sendiri, namun lagi lagi ucapan mantan kekasihnya kembali terngiang dan menghentikan kegiatannya.

"Sayang, tangannya jangan dilukain lagi ya, aku gamau milik aku luka dan sakit"

Kepala puan kian menunduk mengingat berbagai afeksi yg telah pemuda itu berikan, membantunya lepas dari rutinitas buruknya, "gomen kei..." air mata kembali mengalir di pipinya, menangisi pemuda yg telah mati, menangisi afeksi dan perlakuan hangat sang tuan pengisi hati yg tak akan lagi kembali ia rasakan.

Semalaman penuh puan habiskan di pinggir dermaga, terus berduka akan kepergian sosok yg ia sangat cintai. Kenapa permainan dunia padanya kejam sekali, tiap ia mendapat kebahagian tak lama pasti terenggut, apa dunia hanya ingin dia menderita? Apa diri ini terkutuk, membawa kasialan pada orang yg ia dekati? Sang gadis tak henti hentinya merutuki diri sendiri.

(Name) juga merasa sedih pada dirinya sendiri sebab (name) tau ia akan lepas kendali. Mungkin hari ini ia masih bisa mengontrol dirinya, tapi kedepannya....ntah kapan, pasti kewarasannya akan hilang jika terus begini, dan entah sampai kapan dirinya terlihat baik baik saja.

~•~

Mentari kini telah berada di atas kepala namun sinarnya tak mampu hangatkan kota tokyo, (name) masih asik berkendara kesana kemari. Agaknya ia akan mengelilingi separuh negara jepang.

(Name) melambatkan laju kendaraan kala melihat sebuah toko, perutnya yg bergemuruh minta diisi membawanya kesini, dan suatu kebetulan juga ia melihat seseorang yg sepertinya tengah berjalan jalan di sekitar sini.

'Menyelam sambil minum air' batin (name) asal berucap. Usai memarkirkan motor kakinya melangkah mendekati insan tersebut.

"Kisaki...kan?"

Kisaki tersentak kaget kala seseorang tiba-tiba menyapanya, gadis ini seperti tak punya hawa keberadaan. Kisaki ingat dia adalah salah satu orang yg ikut dan terlihat mencolok dalam pertempuran kemarin. Mōkami (name) touman nomer 3, figur yg ia waspadai.

Baji Keisuke | Meu NamoradoWhere stories live. Discover now