51

1.9K 172 2
                                    

Safira benar-benar menepati janjinya, ia berusaha menjadi istri yang baik untuk Abi. Ia melayani segala kebutuhan Abi dengan baik. Safira juga sudah berbaikan dengan Namira. Bahkan gadis itu sering main ke kosan Namira.

Abi merasa senang dengan perubahan Safira. Perlahan pria itu mulai merasa nyaman dengan keberadaan Safira. Abi mulai bisa memercayai Safira. Gadis itu bisa dijadikan partner hidup yang lumayan.

"Sedang apa kamu?" tanya Abi, saat melihat Safira membuat kue brownis.

"Mas, coba. Udah pas belum manisnya?" Namira menyuapkan sepotong brownis kepada Abi. Dengan canggung Abi membuka mulutnya. "Sudah."

"Aku sengaja bikin banyak. Mau aku bawa ke kosan Bu Namira. Katanya kemarin ingin makan brownis." Safira bercerita dengan riang.

"Beneran dia ngomong begitu?" tanya Abi. Abi heran, karena selama ini Namira tak pernah minta apa-apa padanya.

"Iya, Mas. Masa aku bohong." Safira mulai menata brownis buatannya di kotak plastik. Abi mengamati kegiatan gadis itu.

"Safira, terimakasih karena kamu sudah ikut merawat Namira."

"Nggak papa, Mas. Ini sebagai penebus kesalahan aku. Karena aku sudah pernah jahat sama dia." Safira menunduk.

"Namira pasti sudah melupakannya. Dia bukan orang pendendam." Abi mengambil sepotong brownis buatan Safira dan memakannya. Melihat Abi makan dengan lahap, Safira berjanji akan sering-sering membuatnya.

"Mas, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Namira ragu.

"Apa?" Abi bertanya sambil memeriksa ponselnya.

"Kenapa ... Bu Namira merahasiakan kehamilannya dari keluarganya?" Safira merasa amat lega setelah berhasil melontarkan pertanyaan yang menganggunya selama ini.

Ia memperhatikan ekspresi Abi, takut pria itu marah mendengar pertanyaannya. Akan sayang sekali kalau itu sampai terjadi, padahal hubungan mereka mulai membaik.

"Dia takut keluarganya memaksanya untuk rujuk dengan Kak Azka."

Safira bisa mengerti jawaban Abi. "Jadi, Bu Namira benar-benar ingin segera bercerai dengan dokter Azka?"

Abi mengangguk. "Begitulah, Safira. Sepertinya kakakku sudah menyakiti hatinya terlalu dalam."

Safira semakin berani bertanya. "Lalu, apakah setelah Bu Namira resmi bercerai ... ka-kamu akan me-menikahinya?" Safira bertanya dengan terbata-bata.

Abi terdiam cukup lama. Membuat Safira semakin sedih dengan pikirannya, sebentar lagi ia akan dipoligami ....

"Kamu bisa tenang, Safira. Aku telah ditolak olehnya." Abi pergi meninggalkan Safira.

Safira memandang kepergian Abi sambil tersenyum. Dalam hati ia berterimakasih kepada Namira yang sudah menolak Abi.

Safira merasa lega. Rintangan terbesarnya untuk mendapatkan Abi telah sirna. Kini hanya perlu sedikit usaha darinya untuk mendapatkan hati Abi.

Safira masuk ke kamar, Abi yang sedang berganti pakaian kaget ketika melihat Safira masuk tiba-tiba.

"Setidaknya ketuk pintu, Safira! Aku kaget." Abi mengelus dada.

Dengan langkah pasti Safira mendekati Abi yang masih bertelanjang dada. Tak ada rasa risih seperti di novel-novel perjodohan. Dengan berani Safira menyentuh dada Abi.

"Ma-mau apa kamu?" Abi kaget melihat keberanian Safira. Biasanya di novel-novel si wanita yang gugup, tapi ini kebalikannya.

Safira semakin berani, ia berjinjit dan mendekatkan wajahnya. Abi menahan pundak Safira. "Safira, sadar! Kamu kenapa?"

Safira menghentikan kegiatannya, ia pura-pura bingung. "Maaf, Mas. Aku nggak tahu kenapa tiba-tiba begini. Tadi aku minum jamu yang dikirim mama."

"Jangan-jangan jamu kuat?" tanya Abi sambil bergidik.

Safira berbohong, itu hanya alasannya saja. Jamu yang dikirim Dinar adalah jamu pelangsing.

"Mulai sekarang jangan minum lagi, Safira. Bahaya."

"Memangnya kenapa, Mas? Bukannya kita sudah suami istri?" Safira berkata dengan nada sendu.

Abi bisa melihat wajah Safira yang sepertinya ingin dinafkahi. "Jangan sekarang, Safira." Abi melepaskan pelukan Safira.

Safira tersinggung, merasa ditolak mentah-mentah oleh Abi. Safira menangis terisak-isak.

Abi memegang pundak Safira. "Ada apa, Safira? Bukannya kamu sendiri yang mengatakan, tak akan menutut apa-apa dariku?"

Safira menyusut air matanya kasar. "Kamu benar, Mas. Aku yang tak tau diri. Beraninya aku berharap lebih dari kamu ...."

Abi trenyuh mendengar kata-kata Safira. "Bukan begitu, Safira. Aku tidak mau menyentuhmu, bukan karena aku tidak tertarik. Tapi ... aku tidak mau melakukannya karena nafsu saja."

Safira menatap mata Abi. Ia seolah tak percaya, jadi selama ini Abi juga tertarik padanya? Tak sia-sia ibu mertuanya menyuruhnya memakai pakaian dalam seksi setiap Abi ada di rumah.

Safira belum tau saja, Abu juga laki-laki normal. Siapa yang tidak akan tergoda disuguhi paha putih mulus yang berkeliaran di dalam rumahnya setiap hari.

Abi paham, Safira sengaja melakukannya untuk menarik perhatian Abi. Safira telah berhasil. Abi memang tergoda. Tapi ia mencoba menahan diri. Abi tak mau menyentuh Safira berdasarkan nafsu saja. Ia butuh waktu untuk benar-benar mencintai Safira. Dan ia rasa mungkin tak akan lama lagi.

"Mas, apa aku kurang cantik? Kurang seksi?" Dengan berani Safira duduk di pangkuan Abi. Membuat pria itu menelan ludahnya.

"Kamu cantik, Safira."

Safira tersenyum mendengar Abi memujinya. Safira semakin berani, ia mengesampingkan semua rasa malunya. Safira dengan berani mencium bibir Abi. Di luar dugaannya, Abi diam saja, tidak menolak atau membalas.

Merasa Abi memberikan kesempatan, Safira menggunakannya baik-baik. Safira semakin bersemangat. Tiba-tiba Abi kembali memegang pundaknya.

"Jangan sekarang, Safira ...."

***
Safira agresif banget ygy 🤧

Azka dan NamiraWhere stories live. Discover now