50

2K 160 1
                                    

"Mas, mau kamu mau kemana?" Safira panik melihat Abi mengemasi pakaiannya. Abi diam, tak menjawab pertanyaan Safira. Ia menganggap seolah Safira tidak ada.

"Mas, jawab. Kamu mau kemana?" tanya Safira sambil menangis tersedu-sedu. Ia menahan tangan Abi yang hendak memasukkan pakaian ke tasnya.

"Aku mau pergi. Aku tak sudi tinggal dengan pembohong sepertimu." Abi melepaskan tangan Safira.

"Mas, harus berapa kali aku minta maaf? Aku menyesal, Mas."

"Apa maumu, Safira? Aku sudah menuruti kemauanmu, aku sudah menikahimu. Tapi kenapa kamu masih mengancam Namira?" Abi bertanya dengan rahang menegang. Kalau saja Safira laki-laki, dan bukan istrinya, pasti sekarang Safira sudah babak belur dihajarnya.

"Aku ... aku hanya cemburu, Mas. Karena kamu terus mengabaikan aku." Safira masih terus menangis, matanya sembab.

"Pernikahan ini kamu yang mau. Sejak awal kamu sudah tau, aku tidak mencintaimu, Safira. Tapi kamu masih tetap memaksakan diri. Jika semua tak berjalan sesuai kemauanmu, jangan salahkan aku. Dunia tidak berputar atas kehendakmu. Kamu juga tidak bisa memaksakan semua berjalan sesuai keinginanmu." Abi berkata dengan dingin. Keputusannya sudah bulat, ia memilih menyerah untuk meneruskan rumah tangganya bersama Safira. Wanita itu, selain licik dan tukang mengancam, pemaksa, juga penghianat ternyata. Abi benci semua sifat yang ada pada Safira.

"Kita akhiri saja kegilaan ini, Safira."

Kepala Safira bagai dihantam dengan palu besar. Matanya berkunang-kunang. "Jangan, Mas. Aku mohon jangan ceraikan aku. Aku janji ... aku akan menerima kamu apa adanya. Aku tidak akan menuntut apa-apa. Dan aku juga akan mematuhi semua keinginanmu, aku janji ...." Safira memeluk kaki Abi dengan berderai air mata.

"Kalau kita teruskan rumah tangga ini. Kamu sendiri yang akan menderita, Safira ... carilah orang lain yang bisa membahagiakan kamu ...."

"Enggak, Mas. Aku nggak mau!" Safira tetap bersikeras.

"Jangan menyalahkan aku kalau kamu menderita nantinya." Abi mengingatkan.

"Aku tidak akan menyalahkan kamu, Mas. Pernikahan ini aku yang mau. Aku yang akan menanggung semua konsekuensinya. Aku ikhlas, Mas. Asal ijinkan aku terus di samping kamu. Aku janji tak akan banyak mengatur."

Lama-lama Abi merasa kasihan dengan Safira. Abi memegang siku Safira yang melingkari kakinya, kemudian menyuruhnya berdiri.

"Sebenarnya aku kasihan kepadamu, Safira. Aku sendiri tidak tau, apa aku bisa mencintai kamu atau tidak. Mau sampai kapan kamu akan menunggu?" Abi menatap mata Safira yang sembab dan menghapus air mata di pipinya.

"Jangan pikirkan itu, Mas. Itu masalahku sendiri. Ini memang mauku. Aku akan sabar menunggu kamu sampai kapanpun ...."

"Tapi, Safira, masalah hati tak bisa dipaksakan." Abi heran dengan sifat keras kepala Safira.

"Tetap aku tunggu, Mas. Sampai kapanpun ...."

Abi menghela nafas berat. "Baiklah. Terserah kau saja." Akhirnya Abi menyerah dengan sikap keras kepala Safira.

Safira segera memeluk Abi dengan erat. Walau merasa risih, Abi tak tega untuk melepaskan tangan Safira. Sebagai gantinya ia hanya bisa menepuk punggung Safira, tidak balas memeluknya. Namun, itu semua sudah cukup bagi Safira.

Dalam hati Safira senang sekali, karena Abi tak jadi menceraikannya. Safira berjanji akan mengusahakan yang terbaik untuk merebut hati Abi.

"Makasih, Mas. Karena sudah mengijinkan aku untuk tetap di sampingmu." Safira mengeratkan pelukannya. Membuat Abi jengah.

"Semoga kamu tidak menyesali keputusan kamu, Safira."

***
Gue lanjut gaes, tangan gatel nih ...
Biar cepet ketemu partnya si Azka 🤣🤣🤣

Azka dan NamiraOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz