21

2K 207 17
                                    

Abi bersedia ikut ke rumah sakit karena dipaksa oleh Namira. Sepanjang jalan ia terus menggerutu, tapi diabaikan oleh Namira.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menunju ke ruangan gawat darurat. Safira masih berada di sana karena belum mendapatkan kamar.

Azka yang kebetulan sedang kebagian tugas berjaga di UGD segera menghampiri mereka. "Safira baru saja tidur. Tadi baru saja ganti infus." Azka menjelaskan sebelum diminta.

"Keluarganya belum datang?" tanya Namira khawatir.

Azka menggeleng. "Belum. Tadi sudah dihubungi oleh pihak rumah sakit beberapa kali."

"Kasihan dia. Terus nanti malam, siapa yang akan jaga dia?" Namira melirik ke arah Abi.

Abi yang mengerti maksud Namira, segera mengelak. "Jangan gue, Na. Nggak baik, nggak pantes juga. Bukan mahram." Abi menyampaikan beragam alasan.

"Ini 'kan gara-gara lo juga, Bi! Makanya kalau ngomong tuh diatur. Nyakitin anak orang nggak kira-kira." Namira memarahi Abi di depan Azka.

"Jangan nyalahin gue, dong. Itu udah waktunya dia sakit." Abi mengelak.

Azka hanya bisa mengamati perdebatan keduanya dengan kesal. Cemburu sudah pasti.

"Kalian bisa tenang? Ini rumah sakit. Kasihan pasien yang lain kalau kalian berisik terus." Azka melerai perdebatan keduanya.

"Mas, boleh nggak, kalau malam ini aku yang jaga Safira?" Izin Namira.

"Boleh saja. Kebetulan aku lagi jaga malam juga di sini." Azka mengizinkan Namira.

"Makasih, ya, Mas." Namira senang karena diijinkan menemani Safira. Sejak tadi ia khawatir kalau Safira terlantar seorang diri.

"Kalian nunggu di sana saja. Aku tinggal dulu, mau periksa pasien yang lain." Azka meninggalkan kedua orang itu, kemudian ia berbalik sebentar. "Ingat. Jangan ribut seperti yang tadi."

***

Namira dan Abi menunggui Safira yang masih tertidur. Kuping Abi panas karena sejak tadi Namira terus saja menyalahkannya.

"Memangnya orang tua dia kemana, sih, Na?" tanya Abi penasaran.

"Udah cerai. Sekarang udah nikah sama pasangan masing-masing," jelas Namira.

"Lah, kan bagus. Dia punya dua ayah, dua ibu. Seharusnya nggak sampai terlantar kayak gini." Abi menunjuk ke arah ranjang Safira yang sedang tertidur pulas.

"Gue juga nggak tau, Bi, kenapa Safira malah tinggal seorang diri. Setahu gue, dulu dia tinggal dengan kakaknya. Terus kakaknya menikah dan kerja di luar kota, gitu."

"Kasihan juga anak itu." Abi bergumam seorang diri.

"Itulah makanya, Bi. Lo jangan galak-galak sama dia. Mungkin dia gitu karena kurang kasih sayang. Pas dia ngeliat lo, dia ngerasa pingin merasakan kasih sayang dari lo ...."

"Maksud lo apa, Na?" Abi kurang senang mendengar perkataan Namira, hatinya merasa tak enak.

"Kayaknya dia naksir sama lo ...." Namira berkata pelan.

"Jangan gila, Na. Dia itu masih bocah ingusan. Dan gue bukan pedofil. Tipe gue bukan dedek gemes macam dia." Abi mengelak dengan keras.

"Cobain dulu, Bi ...." rayu Namira, tak peka.

"Cobain gimana maksud lo, Na? Gue nih cucu dai, lo tau bapak gue siapa, kakek gue siapa, gimana lingkungan keluarga kita. Mana boleh gue pacaran, yang ada gue langsung disuruh nikahin dia ...." Abi kesal dengan saran Namira.

"Kan cuma saran, Bi. Jangan nyolot kenapa?" Namira membela diri.

"Lo yang kenapa, Na? Bisa-bisanya lo ikut campur sama hidup gue. Pakai nyodorin anak murid lo yang masih mentah. Dia itu cuma ABG labil, yang memutuskan mau beli seblak atau cireng aja masih galau. Ini lo nyuruh-nyuruh gue buat nikahin dia? Sehat lo?"

"Di wattpad banyak kayak gitu, Bi. Guru sama murid, dosen sama mahasiswa ...." Namira masih berani menjawab.

"Lo umur berapa, sih, Na? Masih baca gituan aja lo?" Abi mencibir Namira.

Namira diam, tak mau memancing kemarahan Abi lagi. Azka datang membawa makan siang untuknya.

"Makan, Na. Dari tadi kamu belum makan 'kan?" Azka bertanya penuh perhatian.

"Nanti aja, Mas. Aku belum lapar." Namira menolak makanan dari Azka.

"Waktunya makan ya makan. Jangan sampai kamu ikutan sakit. Aku udah capek ngerawat pasien, jangan sampai kamu juga ikut aku rawat." Azka memaksa Namira makan. Pria itu malah menyodorkan sesendok nasi kepada Namira. Terpaksa Namira membuka mulutnya.

"Nah, gitu kan pinter."

Melihat adegan suap-suapan itu, Abi merasa canggung sendiri. Ia memalingkan muka.

"Kenapa, Bi? Mau disuapi juga?" ledek Azka.

"Na, gue mau ngopi bentar di kantin." Pamit Abi.

"Beneran cuma sebentar?" tanya Namira curiga.

"Iya, Na. Bentar doang. Nggak percaya amat, sih?" Abi menjawab dengan kesal. Akhirnya Namira mengijinkan Abi.

"Ya udah sana, sepuluh menit aja. Awas kalau kabur!"

Abi pergi meninggalkan Azka dan Namira dengan menggerutu. Setelah tinggal berdua, Azka menghentikan suapannya.

"Kok berhenti, sih, Mas?" tanya Namira heran.

"Makan sendiri, aku sibuk. Aku di sini kerja, Na. Nggak enak diliat yang lain. Aku bawa istri, dikira mesra-mesraan lagi." Azka menyerahkan piringnya kepada Namira.

"Kamu kenapa, sih, Mas?" Namira merasa sikap Azka berubah.

"Kamu yang kenapa? Bisa nggak sih jangan buat aku cemburu terus?"

***
Semua karakter cowok di cerita gue harus posessif dan bucin, ya ... harus!!! 🤣🤣🤣
Mungkin ada yang berpikiran nggak enak punya cowok posesif, tapi itu nggak berlaku buat gue.

Gue malah seneng punya pasangan posessif gitu. Lucu aja ngeliat cowok cemburuan. 🤣🤣🤣 kayak ribet banget hidupnya, sering periksa WA, DM, periksa profil orang yang like postingan gue. Suami gue banget itu .
..

FB, IG, WA gue dia yang pegang. Dia suka ngebales DM orang iseng, gue yang liat, ribet banget idup nih orang, kek kerajinan gitu 🤣🤣🤣 karena itu gue merasa amat cantik, merasa sok kecantikan lebih tepatnya, itulah sebabnya dia takut banget kehilangan gue 🤣🤣🤣

Azka dan NamiraWhere stories live. Discover now