24

1.7K 186 3
                                    

Sesampainya di rumah orangtuanya, Namira disambut dengan kaget. Kebetulan saat itu Adel dan Fahri sedang bercengkrama di teras.

"Kenapa tiba-tiba kesini malam-malam? Udah ijin sama suami kamu?" tanya Fahri dengan pandangan penuh selidik.

"Yah, nanya nanti aja, bisa? Bayar dulu taksi aku. Itu sopirnya udah nunggu dari tadi." Namira menunjuk ke arah depan.

Setelah membayar taksi, Fahri kembali menanyai Namira. "Ada apa sebenarnya?"

"Ayah, nanti aja sesi Q&A nya ... baru juga sampai. Setidaknya biarkan Namira menghela nafas dulu." Namira mengelak. Sembari memikirkan alasan yang tepat.

"Kamu kabur dari rumah?" tebak Fahri, tepat sasaran. Sementara Adel hanya bisa mengelus pundak Fahri, berusaha menenangkan suaminya agar tidak marah-marah.

Namira masih diam. Diamnya Namira semakin memperkuat kecurigaan Fahri. "Jawab, Namira." Fahri berkata dengan nada datar.

"Namira malas pulang ke rumah, Yah. Lagian di sana nggak ada siapa-siapa. Namira kesepian, makanya main ke sini. Kangen juga sama mama." Namira memeluk Adel dengan manja.

"Ayah antar pulang sekarang." Fahri segera mengambil kunci mobilnya.

"Tapi, Ayah ...." Namira merengek seperti anak kecil.

"Ayah tidak tau, masalah apa yang terjadi di antara kalian. Tapi Ayah tidak setuju kalau kamu main kabur-kaburan seperti ini. Jangan membuat Ayah merasa gagal dalam mendidik kamu."

Namira menunduk. Ia tau, ayahnya amat tegas ketika berbicara masalah agama. Tak ada yang berani menyela, sekalipun itu mamanya.

"Tau, bagaimana hukumnya kalau istri keluar rumah tanpa seijin suami? Haram. Sepanjang jalan malaikat akan melaknat kamu. Bisa dibilang kamu telah nusyuz." Fahri berkata dengan serius.

"Kalau ada masalah dibicarakan dengan baik-baik. Kalian sudah sama-sama dewasa, berpendidikan juga. Pokoknya Ayah nggak mau kejadian seperti ini terulang lagi. Sekarang juga Ayah antar pulang." Fahri sudah memutuskan, tak mau diganggu gugat.

Sementara itu, di rumah sakit ....

Berkali-kali Azka mencoba menghubungi Namira. Namun tak sekalipun panggilannya dijawab. Sedari tadi ia telah mencoba menyusuri setiap lorong rumah sakit untuk mencari keberadaan Namira, namun hasilnya nihil.

Namun ia masih terus mencoba untuk menghubungi Namira. Hingga panggilannya dijawab.

"Assalamualaikum, Namira? Kamu dimana?" tanya Azka khawatir.

"Waalaikum salam. Maaf, Dok. Ini saya, Safira. Tas Bu Namira ketinggalan di kamar saya. Sedari tadi berisik sekali suara ponselnya, hingga tidur saya terganggu." Safira berbicara di seberang sana.

"Maaf, Safira. Nanti saya kesana untuk mengambil tas istri saya."

Azka memutus panggilan. Ia memijit pangkal hidungnya. Pusing dan juga capek memikirkan perbuatan istrinya. Kemana wanita itu tanpa membawa tas dan juga ponselnya. Apa Namira pergi ke rumah orang tuanya untuk mengadu, karena telah dibentak? Azka memijit pelipisnya. Lelah. Baru beberapa minggu menikah sudah ada masalah seperti ini.

Dengan langkah gontai ia berjalan ke arah kamar Safira, untuk mengambil barang istrinya. Setelah membuka pintu, tiba-tiba kepalanya terasa sangat pening. Pandangannya kabur.

Safira merasa heran melihat keadaan Azka yang pucat. "Dok, ini tasnya Bu Nana." Safira menunjuk ke arah nakas. Azka tak menjawab, malah memegangi kepalanya yang terasa berat.

Tiba-tiba Azka ambruk ke lantai, membuat Safira memekik karena panik. "Tolong! Tolong! Ada yang pingsan!"

Safira hendak turun dari ranjang untuk menolong Azka, tapi sayang tangannya tertahan oleh jarum infus.

Untung saja ada perawat yang kebetulan lewat di lorong, ia mendengar teriakkan Safira yang kencang.

"Loh, Dok? Dia kenapa, Dek?" tanya suster kepada Safira.

"Nggak tau, Sus. Bukan saya yang melakukan. Dokter tadi jatuh sendiri. Beneran, Sus!" Safira menjelaskan dengan panik.

Beberapa perawat datang untuk menolong Azka. Ia segera dibawa ke ruang pemeriksaan. Kebetulan ponsel Namira berdering, dari Abi.

"Assalamualaikum, Na. Tadi lo lihat ponsel gue nggak? Kayaknya ketinggalan di rumah sakit?" Diam di seberang sana. "Na, lo dengar 'kan?"

"Waalaikum salam, Mas Abi. Ini Safira." Safira menjawab dengan canggung.

"Mana Namira?" tanya Abi lagi.

"Safira nggak tau Bu Nana kemana. Sekarang Safira sendiri di kamar. Bu Nana pergi nggak balik-balik. Ini tasnya juga ketinggalan."

"Ya sudah. Nanti saya hubungi lagi." Abi bersiap memutus panggilan.

"Eh, tapi Mas Abi ...."

"Apa, Safira?" Abi berusaha sesabar mungkin melayani Safira.

"Dokter Azka tadi pingsan. Kayaknya Bu Nana belum tau ....."

Tut Tut ....

Abi tiba-tiba memutus panggilan. Membuat Safira kesal. Setidaknya bilang apa kek, makasih kek, apa kek ....

***

Gue double update loh ... 😁



Azka dan NamiraWhere stories live. Discover now