18

1.8K 196 4
                                    

Namira kembali ke sekolah dengan membonceng Bela. Safira dibonceng oleh Abi. Sedang Rio masih ditahan di kantor polisi, menunggu dijemput oleh orang tuanya.

"Pak, makasih ya udah nganterin saya dengan selamat." Safira berkata sambil mengembalikan helm.

"Hm. Sama-sama." Abi bersiap kembali ke pos polisi. Tapi Safira menahannya.

"Mau minta nomor Bapak, boleh?" Safira mengulurkan ponselnya. Abi menatap wajah Safira sekilas. Kemudian menatap ponselnya, tanpa mau menyambutnya.

"Nggak." Abi menjawab singkat.

Safira melongo mendengar jawaban Abi yang to the poin. Ia terlanjur yakin kalau Abi mau memberikan nomor ponselnya.

"Ke-kenapa, Pak?" tanya Safira malu, wajahnya terlihat hampir menangis. Belum pernah ada yang memperlakukannya sedingin ini. Sebagai cewek yang good looking, hampir semua orang memperlakukannya dengan ramah, kecuali Abi.

"Nggak mau."

Jawaban singkat Abi semakin membuat Safira penasaran. Apa dirinya kurang cantik di mata Abi? Rasanya semua orang sepakat kalau Safira adalah sosok gadis imut dan cantik.

"Bapak kok sombong banget?" protes Safira.

"Terserah saya lah. Kalau saya ramah, nanti dibilang sasimo." Abi bersiap memacu motornya, namun tidak jadi. "Lagian kenapa minta nomor saya? Udah nggak takut sama polisi?" ledek Abi.

Safira menggeleng. "Nggak takut. Tenyata ada juga polisi yang genteng dan baik seperti Bapak. Mana masih muda." Safira terang-terangan memuji Abi. Sedikit membuat wajah Abi memerah.

'Dipuji bocil aja GR. Payah gue!' Abi memaki dalam hati.

"Pak, boleh nggak? Ini tangan saya udah pegel loh!" Safira mengguncang ponselnya.

"Belajar dulu yang benar, Dek. Lagian saya udah punya istri." Abi membohongi Safira.

Mendengar Abi telah beristri, membuat hati Safira kecewa. "Yang benar, Pak? Kok nggak ada cincin kawinnya?" tanya Safira curiga.

"Ketinggalan di rumah." Abi menjawab asal. "Ya sudah kamu masuk sana. Besok lagi jangan diulangi boncengan tiga, nggak pakai helm lagi. Kalau nyium aspal kepala kamu bisa bocor."

Abi melajukan motornya, Safira hanya bisa memandang punggungnya dari jauh. Ia menggerutu pelan. "Sialan, rupanya suami orang. Hampir saja gue jadi pelakor."

***

Saat jam istirahat, Safira diam-diam menemui Namira di ruang guru. Saat itu Namira sedang memeriksa kertas ulangan bahasa Indonesia murid kelasnya.

"Ada apa, Safira?" tanya Namira yang heran melihat gadis itu menemuinya di jam istirahat. Pasti ada sesuatu yang penting.

"Cuma mau bilang terima kasih, Bu. Tadi ibu udah mau jemput saya di kantor polisi." Safira menjawab sopan.

"Iya, sama-sama, Safira." Namira menjawab sambil tersenyum tulus.

"Pak polisi yang tadi, teman Ibu?" tebak Safira, ia melihat Abi dan Namira bicara cukup akrab, pakai lo-gue.

"Oh, dia itu sepupu suami Ibu. Kenapa, Safira?" Namira bertanya balik.

"Nggak papa, Bu. Cuma nanya." Safira memilin roknya. Ragu hendak meneruskan ucapannya. "Em, dia ... istrinya orang mana, Bu?" Safira memberanikan diri bertanya.

"Istri?" Namira bingung dengan pertanyaan Safira.

"Istrinya pak polisi yang tadi." Jelas Safira.

"Abi punya istri?" Namira malah bertanya pada dirinya sendiri sambil menggaruk kepalanya.

"Lah, saya ini lagi nanya ke Ibu." Safira ikut bingung.

"Dia nggak punya istri, Safira."

Perasaan Safira terasa lega mendengarnya. Rupanya tadi Abi hanya berbohong padanya. Entah apa maksudnya.

"Ya sudah, Bu. Saya pamit ke kelas dulu." Safira ijin undur diri.

Namira merasa ada yang janggal di sini. "Tunggu sebentar, Safira."

Safira kembali duduk. Ia gugup menghadapi pandangan Namira yang menyelidik.

"Kamu sengaja menemui Ibu untuk menanyakan hal itu, ya?" tebak Namira.

"I-itu apa, Bu?" Safira menjawab tergagap.

"Kalau mau nanya jangan setengah-setengah, Safira. Ibu bisa kasih tau informasi yang lebih detail, kalau kamu mau." Namira tertawa melihat ekspresi Safira.

"Yang benar, Bu?"

"Dia teman Ibu sejak PAUD. Tanya saja, apa yang mau kamu ketahui? Tanggal lahir, zodiak, golongan darah, shio, hobi, makanan favorit, alamat, atau nomor telepon?"

Safira tersenyum mendengar tawaran Namira. "Hehe ... ibu ngerti aja." Safira mengerjapkan mata dengan jenaka. "Bagaimana kalau kita mulai dari nama IG?"

"Sayang sekali, kayaknya dia nggak main sosmed, Safira."

Namira membenarkan hijabnya sekilas, sambil berbisik. "Ya udah, Bu. Nomor telepon, deh ...."

***

Siap-siap Namira dimarahi sama Abi, sembarangan aja sebar nomor 🤣🤣🤣

Azka dan NamiraWhere stories live. Discover now