22

1.9K 200 6
                                    

"Bi, lo pulang aja." Perintah Namira, saat Abi baru saja kembali dari kantin.

"Tadi lo maksa gue kesini, sekarang lo suruh balik. Mau lo apa, sih, Na? Bilang aja tadi cuma mau dianterin doang." Abi bingung dengan sikap Namira yang berubah-ubah.

"Itu karena ...." Namira tak meneruskan ucapannya, mau bilang suaminya cemburu, takut ditertawakan oleh Abi. "Udah pulang aja. Nggak guna juga lo ada di sini."

"Nggak jelas lo, Na." Abi menggeleng pelan.

"Mama, sakit, mama ...."

Tiba-tiba terdengar suara Safira yang merintih dalam tidurnya. Namira bergegas menghampiri ranjang Safira.

"Safira, ini Ibu. Mana yang sakit?" Namira mengelus kepala Safira dengan lembut.

Safira membuka mata, ia melihat Namira yang ada di sisinya. "Perut Safira sakit, Bu. Pusing juga. Huhu ... mama ... mama ...." Safira terus memanggil mamanya.

"Sabar, ya. Mungkin mama kamu lagi sibuk. Tadi udah dihubungi kok sama pihak rumah sakit." Namira berusaha menenangkan Safira yang terus merengek.

"Ibu tinggal sebentar, ya? Mau manggil dokter. Kamu di sini dulu, sama ...." Namira melirik Abi yang sedang berdiri agak jauh. Abi membuang muka ke arah lain.

Safira ikut melihat arah pandang Namira, ia terkejut ketika melihat Abi ada di sana. "Nggak mau sama dia, Bu. Safira takut ...." Safira malah memeluk Namira dengan erat.

"Jangan takut Safira, dia cuma galak mulutnya aja, tapi dia bukan jenis makhluk carnivora kok, kamu jangan takut digigit, dia nggak buas. Udah Ibu marahin juga tadi. Tenang aja, ya ...." Namira berusaha menenangkan Safira.

"Nggak mau, Bu. Safira takut." Safira terus merengek tak mau ditinggal.

"Bi, lo aja yang manggil Mas Azka." Namira melirik kesal ke arah Abi. Tak berguna sekali pria itu.

Abi keluar ruangan dengan diam. Sepeninggal Abi, Safira baru melepaskan pelukannya. Ia sudah merasa agak tenang.

"Dia udah pergi kok." Namira mengelus pelan kepala Safira. Ia jadi penasaran apa yang dilakukan Abi sampai Safira takut seperti itu.

"Safira, kalau boleh Ibu tau, kalau boleh loh, ya ... kalau nggak boleh juga nggak papa ...." Namira berkata dengan ragu.

"Ibu mau nanya apa?" Safira penasaran.

"Itu ... kamu kenapa takut sekali dengan Abi? Memangnya ... dia bilang apa sama kamu?" Namira bertanya dengan hati-hati.

Safira menarik nafas dalam sebelum bicara. "Di-dia ... bilang ... Sa-safira perempuan ga-ga-tal
hua ...." Safira kembali menangis sambil memeluk Namira.

Azka datang seorang diri, sedang Abi menunggu di depan ruangan. Azka mengerutkan dahi melihat Safira yang memeluk istrinya dengan erat.

"Dia kenapa, Na?" tanya Azka.

"Katanya perutnya sakit, pusing juga." Namira menjelaskan keluhan Safira.

Azka mendekati Safira dan mengambil tangannya. Nafas Namira serasa tercekat saat Azka memegang tangan Safira untuk memeriksa jarum infusnya. Tak hanya itu, Azka juga menempelkan stetoskop-nya di dada Safira, perut juga. Tangan Azka sampai masuk-masuk ke dalam kaos Safira.

Namira hanya bisa diam, menatap dengan cemburu. Tampak Azka menanyai Safira beberapa pertanyaan. Ia juga tampak menulis sesuatu di kertas.

"Na, suruh Abi ke apotik sebentar." Azka menyerahkan kertas di tangannya. Namira tak langsung menyambut, membuat Azka heran. "Na, kamu dengar?"

Namira tersadar dari segala perasaan over thinking-nya. Mau tak mau ia harus sadar, suaminya adalah seorang dokter. Dan kegiatan pegang memegang seperti tadi akan setiap hari terjadi. Namira jadi takut, bagaimana kalau Azka mendapatkan pasien yang cantik? Dan juga genit .... Namira benci pikirannya.

Namira menyambut kertas dari Azka dengan satu tarikan kasar, membuat Azka mengerutkan dahi karena heran. Ia terus memandangi punggung Namira yang keluar ruangan dengan langkah keras, seperti paskibra.

"Kenapa dia kesal?" Azka menggaruk pelipisnya tak mengerti.

Sampai di luar, Namira segera memberikan resep dari Azka kepada Abi. "Cepat tebus resep ini. Pakai duit lo."

"Hah?" Abi melongo melihat gaya bicara Namira yang semakin judes.

"Itu tanggung jawab lo. Karena udah bikin Safira sakit. Keterlaluan banget, lo, ya ... ngatain dia gatel. Dia itu anak dibawah umur, Bi. Nggak bisa lo kasar gitu sama dia. Besok gue bilangin Om Azzam lo!" Ancam Namira.

"Udah dibilang gue nggak sengaja. Namanya juga hidup."

"Enteng aja lo ngomong!"

Azka keluar ruangan, ia melihat Namira dan Abi masih berdebat, entah karena apa.

"Kalian masih ribut juga? Ini kapan beli obatnya? Obat analgesik itu mau aku suntikkan ke Safira sekarang juga." Azka berkata dengan datar.

Abi segera pergi ke apotek untuk menebus resep Safira. Namira meninggalkan Azka untuk duduk di kursi tunggu, Azka menyusul, menahan langkah Namira dengan menarik sikunya.

Azka kaget ketika Namira mengibaskan tangannya dengan kasar. "Lepasin!"

"Kamu kenapa?" tanya Azka heran.

"Sana! Urusin Safira. Nggak usah urusin aku." Namira bicara sambil memalingkan muka.

"Kamu cemburu?" Azka tertawa melihat tingkah istrinya.

"Iya. Kenapa? Nggak boleh? Pantesan kamu senang jadi dokter. Jadi gitu ya kerjanya kamu. Raba-raba pasien ...."

"Ya Allah, kamu ini ...." Azka sampai tak bisa berkata-kata melihat tingkah ajaib istrinya.

"Makanya mau ngambil spesialis kandungan, biar bisa setiap hari liat-liat 'itunya' perempuan." Namira menyindir Azka lagi.

"Cukup. Ingat, Na. Suami kamu dokter, bukan dukun cabul. Seharusnya kamu sadar akan profesi aku, sebelum kita nikah. Kamu harus siap konsekuensinya ...."

"Dasar dokter cabul!" Namira malah pergi meninggalkan Azka. Entah kemana.

***

Ini semua salah Azka !!! 🤣🤣🤣

Azka dan NamiraWhere stories live. Discover now