13

2K 193 13
                                    

"Ini ada apa, ya?" Azka bertanya sekali lagi.

Namira segera berjalan ke sisi Azka, menggamit lengannya. "Nggak ada apa-apa kok, Mas. Tadi kami lagi diskusi aja. Masalah pelajaran ...." Namira menjelaskan dengan terbata. Membuat Azka semakin curiga.

"Deva, Ibu pulang dulu, ya." Namira berpamitan kepada Deva. Ia segera menarik tangan Azka menuju mobilnya yang terparkir di seberang jalan.

Deva memandangi kepergian keduanya dalam diam. Ia terus mengamati sampai Namira dan Azka masuk ke dalam mobilnya.

"Jadi pria seperti itu yang Ibu suka? Aku juga bisa kayak dia. Asal Ibu mau nunggu lima atau sepuluh tahun lagi." Deva berkata seorang diri.

***

"Kenapa jemputnya telat, sih? Aku capek nunggu lama." Namira mengeluh.

"Maaf. Tadi ketemu teman dulu." Azka menjawab datar.

"Seharusnya kalau emang nggak niat jemput, bilang. Aku bisa kok pulang sendiri." Namira mengeluh lagi.

"Maaf."

Namira semakin kesal karena wajah Azka seakan tidak tulus meminta maaf. Tak ada tanda-tanda penyesalan sama sekali.

"Aku minta maaf, Na." Azka mengulang ucapannya, ketika dilihatnya Namira masih cemberut sambil memalingkan muka. Namira hanya diam, tak menjawab ucapan Azka.

"Kita langsung nonton atau bagaimana?" tanya Azka lagi.

"Aku mau pulang." Namira menjawab singkat, masih memalingkan muka.

"Kenapa pulang? Aku cuma telat tiga puluh menit. Masih sempat kok kalau kita nonton sekarang."

Namira mendengus sebal mendengar pembelaan Azka. "Cuma? Tiga puluh menit itu kamu bilang cuma? Tiga puluh menit itu sama dengan setengah jam, 1800 detik!"

"Terus aku harus gimana? Biar kamu nggak marah?" Sebelah tangan Azka mencoba menyentuh paha Namira, tapi segera ditepis.

"Pikir aja sendiri!"

Akhirnya Azka menuruti permintaan Namira, ia melajukan mobilnya ke arah apartemen. "Ada baiknya kamu istirahat dulu. Nontonnya nanti malam saja."

Namira hanya diam, masih tak mau melihat wajah Azka. Setelah sampai rumah ia masih juga mendiamkan Azka. Ia segera mandi dan segera berbaring. Sebenarnya ia masih kepikiran dengan Deva.

"Nggak mau makan dulu?" tanya Azka.

Namira segera bangkit dari tidurnya, lupa, kalau ia belum masak. "Kamu belum makan?" tanya Namira.

"Aku udah. Tadi di rumah mama. Kalau kamu mau makan, aku ambilkan. Tadi mama ngasih rendang sama balado juga."

"Aku nggak lapar." Namira menyelimuti dirinya hingga ke leher.

"Jangan gitu, Na. Marah boleh. Tapi kamu harus tetap makan. Bagaimana kalau kamu sakit?" Azka berkata dengan nada penuh perhatian.

"Ya nggak papa. Biar ada gunanya punya suami dokter." Namira menjawab acuh.

"Makan sedikit aja, ya?" rayu Azka lagi.

"Aku nggak mau, Azka!" Namira tanpa sadar berbicara dengan nada tinggi. Azka hanya menatapnya saja. Membuat Namira sadar, kalau ia telah berbuat salah. "Maaf, aku nggak sengaja. Kamu, sih, maksa."

"Aku nggak marah karena kamu membentak aku, atau karena kamu nyebut nama aku begitu saja. Aku cuma kesal, karena perkara kecil saja kamu mogok makan. Jangan mendzolimi diri sendiri. Waktunya makan ya makan. Badanmu itu titipan Allah, penuhi haknya, kamu harus menjaganya dengan baik."

Azka dan NamiraWhere stories live. Discover now