46

1.7K 160 12
                                    

Safira berniat mengikuti Abi seharian. Ia penasaran apa kegiatan Abi. Dari kemarin diajak keluar selalu berkata sibuk. Sibuk terus, entah apa yang sedang diurusnya.

"Ayo, Pak, jalan!" Safira menepuk pundak tukang ojek online, memberi isyarat agar mengikuti motor Abi.

Motor Abi berhenti di depan minimarket, Safira menunggu Abi dengan sabar. Tak lama kemudian, Abi keluar dengan membawa kantung plastik besar.

Safira pun kembali mengikuti Abi, kali ini Abi berhenti di sebuah kios buah. Abi terlihat membeli banyak buah-buahan. Safira mengerutkan dahi, untuk apa Abi membeli buah sebanyak itu? Apa untuk menjenguk orang sakit?

Rasa penasaran Safira terjawab, ketika Abi menghentikan motornya di depan sebuah rumah kos.

Dada Safira berdebar kencang, itu adalah tempat kos putri. Apa pacar Abi? Memikirkannya membuat Safira sesak. Dengan langkah lunglai Safira mengikuti Abi yang berhenti di depan sebuah kamar. Abi mengetuk pintu, dan menunggu dengan sabar.

Tak lama kemudian, seseorang membuka pintu. Seorang wanita yang Safira kenal betul siapa dia.

"Nggak mungkin! Bu Namira?" Safira menggeleng, air matanya perlahan tumpah saat ia menyadari perut Namira yang membuncit.

Sedikit-sedikit Safira tau, bahwa rumah tangga mantan ibu gurunya itu sedang terguncang. Tapi Namira tak menyangka kalau ini ada hubungannya dengan Abi.

"Ya Allah, mereka tega sekali." Safira tak bisa membayangkan kalau Dinar, calon ibu mertuanya, jika sampai tau hal ini ....

"Kenapa lo kesini lagi, Bi? Susu gue masih banyak!" Namira memarahi Abi yang langsung saja masuk ke kamar Namira.

Safira tak kuat lagi melihat pemandangan itu. Gadis itu segera pergi meninggalkan kosan Namira. Sepanjang jalan Safira terus menangis. Ia tak menyangka perbuatan Abi dan Namira bisa sebejat itu. Berselingkuh sampai menghasilkan anak? Atau mungkin mereka telah menikah secara diam-diam?

Safira baru sadar, mungkin inilah yang menyebabkan Abi selalu menghindar darinya. Ia sangat kecewa dengan Abi. Ia juga kecewa dengan Namira.

"Satunya jalang, satunya bajingan! Memang cocok, sampah berkumpul dengan sampah!"

***

Keesokan harinya ....

Dengan marah Safira kembali mendatangi mes Abi. Kali ini ia dihadang petugas. "Maaf, Mbak. Anda tidak bisa membohongi kami lagi. Pak Abi bilang anda bukan adiknya. Saat ini adik pak Abi sedang kuliah di luar kota. Ini fotonya." Petugas menunjukkan foto Khanza.

"Saya mau ketemu dia. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan!" Safira memaksa.

"Maaf, Mbak. Tidak bisa."

Abi yang kebetulan sedang jogging melihat ribut-ribut di pos penjagaan. Abi berniat menghampiri.

"Ada apa ini?"

"Ini, Pak. Wanita ini memaksa ingin bertemu." Petugas itu menjawab sambil menunjuk Safira. Abi mengikuti arah pandang petugas, tampak Safira berdiri di sana dengan wajah kuyu.

"Kamu lagi?" Abi menghela nafas berat, heran dengan kegigihan Safira. "Kalian boleh pergi, saya yang akan urus dia." Abi berbicara kepada petugas.

"Mas, ayo bicara." Safira memohon dengan sangat.

"Maaf, aku sibuk Safira." Abi bersiap pergi. Tiba-tiba Safira menghentikan langkahnya.

"Sibuk apa? Sibuk dengan wanita simpanan kamu itu?" Safira tak tahan lagi untuk meluapkan emosinya.

Abi tertegun, ia kaget dengan ucapan Safira. Tapi ia masih mencoba tenang. "Apa maksudmu, Safira?"

"Aku sudah tau semua!"

Abi segera menarik siku Safira dan menyeretnya ke kafe sebelah mes. Ia penasaran apa yang diketahui Safira.

"Aku sakit, Mas."

Abi mengamati wajah Safira yang memang agak pucat. "Kalau kamu sakit, seharusnya kamu pergi ke rumah sakit, Safira. Bukan malah keluyuran kemari." Abi berkata dengan acuh. Membuat perasaan Safira semakin hancur.

"Bukan badan aku yang sakit, Mas. Tapi hati aku." Safira menyusut kasar air matanya tiba-tiba jatuh. "Aku nggak nyangka kalian setega itu."

Abi mengangkat alisnya. "Siapa yang kamu maksud?"

"Kamu, dan bu Namira."

***

Kira-kira Safira mau ngapain, ya? 🥺

Azka dan NamiraWhere stories live. Discover now