3

2.7K 244 13
                                    

"Bi, besok kakak mau melamar Namira. Boleh?" Azka bertanya kepada Abidzar yang kebetulan bertandang ke rumahnya.

"Boleh aja, Bang. Lagian ngapain juga minta ijin ke Abi." Abidzar menjawab pertanyaan Azka dengan sanyuman. Suaranya sengaja dibuat seceria mungkin, untuk menutupi kesedihannya.

"Beneran, boleh? Kalau nggak boleh Abang batalin, deh."

"Woi, janganlah, Bang. Kasian si Namira itu. Kalau bukan Abang yang mau menikahi dia, terus siapa lagi?" Abidzar memeluk bahu Azka. Seolah sangat mendukungnya.

"Kan masih ada kamu?" Azka bertanya langsung ke intinya. Ia tak mau terlalu lama berbasa-basi. Ia pria, ia mengerti perasaan Abidzar. Ia tau, sejak lama Abidzar ini ada naksir-naksirnya dengan Namira. Tapi pintar saja Abidzar menutupinya, setiap bertemu Namira ia selalu mengajaknya bertengkar. Tingkah Namira dan Abidzar bagai kucing dan anjing.

"Kok jadi aku, Bang? Abang ini lagi nyari tumbal atau gimana? Nggak maulah, dia bukan tipe aku." Abidzar pura-pura menolak.

Abidzar berpikir, saat ini perasaannya tidaklah penting. Yang penting keutuhan keluarga besarnya terjaga. Sebenarnya telah lama ia ingin mengatakan kepada orang tuanya agar meminangkan Namira untuknya. Tapi, apa mau dikata, rupanya Namira telah diincar oleh keluarga pamannya.

Tak ada yang bisa dilakukan Abi. Ia hanya bisa merelakan. Mungkin bukan rejekinya. Masih banyak ikan dilautan. Tak mengapa kehilangan sedikit ikan pindang seperti Namira.

Ikan pindang, bukan sembarang ikan pindang. Hanya itulah ikan yang disukai Abi sejak kecil. Ia tak mau makan selain ikan pindang. Bahkan ia menamai kontak Namira dengan sebutan 'ikan pindang'. Abi yakin kalau Namira tau, gadis itu akan marah besar.

Namira senang sekali memaksa Abi untuk memanggilnya kakak, padahal usia mereka hanya terpaut beberapa bulan saja, sepertinya keinginan Namira akan segera terwujud.

Beberapa bulan lagi Namira akan menjadi kakak ipar Abi. Kakak ipar ku adalah mantan gebetanku, mungkin ini judul yang cocok untuk sinetron yang dilakoni Abi. Miris memang.

Azka menepuk bahu Abi. "Bi, kok malah melamun? Mau tidak sama Namira? Kalau kamu mau, buat kamu saja, Kakak yang ngalah."

"Bagi dua 'kan bisa, Kak?" Abi menanggapi pertanyaan serius Azka dengan candaan.

Kalau Namira tau, pasti dia akan marah. Apaan bagi dua? Emang gue Kiko?

"Serius, Bi. Besok Kakak berangkat melamar dia loh. Kakak nggak enak kalau kamu nggak ikhlas. Kita keluarga. Kakak rela mengalah demi kamu." Azka berkata dengan serius. Baginya Abi sudah seperti adik kandungnya sendiri. Azka memang tak memiliki adik. Fabian melarang Kia untuk hamil lagi karena takut dengan kondisi kesehatannya.

Sejak saat itu, Azka menganggap Abi seperti adik kandungnya, begitu juga sebaliknya.

"Buat Kakak aja. Aku ikhlas. Yang penting Kakak beneran cinta sama dia." Abi berusaha tegar melepaskan gebetan terindahnya.

Azka hanya diam, ia mengamati baik-baik pergerakan bola mata Abi. Seolah ingin mencari kejujuran dari sana.

"Kamu jangan menyesal, ya, Bi. Kalau dia udah jadi istri Kakak, nggak akan Kakak lepaskan dia sampai kapanpun." Tegas Azka.

Mendengar ucapannya Azka, sontak Abi tertawa terpingkal-pingkal. Tertawanya terlihat tidak alami di mata Azka.

"Nggak akan menyesal. Bisa jadi Kakak yang akan menyesal menikahi wanita jadi-jadian seperti dia."

Azka hanya menghela nafas melihat kegalauan sepupunya. Padahal ia ikhlas saja melepas Namira demi Abi.

"Kakak nggak usah ragu, segera saja lamar dia. Kalau perlu, besok aku yang nyetirin. Oke?" Tiba-tiba Abi terdiam lagi. "Tapi jujur, Kakak serius 'kan ingin memperistri dia?"

"Insyaallah Kakak serius." Azka berkata dengan yakin.

"Kakak ... cinta 'kan sama dia?" Abi memastikan lagi, seolah ia takut Namira jatuh ke tangan yang salah.

"Apa perlunya cinta, Bi? Kamu sendiri tau, mama-papa mu menikah tanpa cinta, tapi sampai sekarang mereka baik-baik saja 'kan?" Azka menepuk pundak Abi sebelum pergi meninggalkannya.

"Semoga keputusanku benar." Abi bergumam seorang diri setelah kepergian Azka.

***

Azka dan NamiraWhere stories live. Discover now