Special Chapter : Sean and Pradipta Family.

127 21 0
                                    

Special Chapter : Sean and Pradipta Family.

Waktu berlalu dengan cepat, bagai aliran air yang mengalir dengan apa adanya.

Berbulan-bulan Daffa dan Ifah melalui masa-masa perkuliahan mereka bersama-sama.

Dengan fakultas yang berbeda, jurusan yang berbeda, dan tentunya angkatan yang berbeda.

Daffa memilih jurusan Hukum sebagai study lanjutannya. Dan Ifah, ilmu komunikasi tentunya.

Daffa yang disibukkan dengan segala macam buku tebal berisi undang-undang dan segala macam yang berbau Hukum.

Dan Ifah, yang disibukkan dengan segala macam hal-hal mengenai ilmu komunikasi. Tahun ini, ia sampai di semester dimana katanya dirinya harus membuat video berbicara dengan hewan sebagai tugas akhir.

"Ada-ada aja. Kakak beneran mau ngomong sama ayam atau kerbau begitu?" ledek Naviza dipenuhi senyum.

Ifah merangkul bahu sang adik, lalu terkekeh masam, "Ya mau gimana. Udah takdir, dek."

"Memangnya udah pasti bakal dapet tugas begituan, ya?" tanya Naviza penasaran.

Ifah tersenyum misterius. "Katanya sih iya. Katanya."

"Yahh, padahal aku mau beneran ngeliat kakak komunikasi sama kerbau!" sesal Naviza merasa berduka. Bahunya turun lesu.

Ifah merasa bibirnya seolah bergerak-gerak sendiri. "Ya ampun, kamu segitu pengennya ngeliat kakak kayak gitu?"

"Iya~ sebenernya normal sih."

Ifah mengangkat alisnya bingung, menatap sang adik dengan mata penuh tanya. "Apanya?"

"Kakak normal kok kalau ngomong sama Kerbau. Kan sejenis," ledek Naviza berwajah serius.

"Dih!" Ifah melirik sekitar, melihat Zakka tengah duduk di sofa ruang VIP rumah sakit ini, ia mengadu pelan, "Mamaa, liat nih, Adek! Ngatain aku sejenis sama Kerbau!"

Zakka menaruh jari telunjuknya di bibir, netranya tak beralih dari jemari Sean di atas kasur. "Sst. Diem, dek, kak."

Naviza ikut mengalihkan pandang, menatap fokus ke arah pandangan Zakka.

Alhasil dirinya tertegun diam, Ifah menganga tak percaya, dan Zakka mengerjap mencoba membenarkan tatapannya.

"S-sayang..?" Zakka berucap terputus. Ia berlari mendekat, menatap Sean dengan bibir bergetar dan tubuh sedikit tak bertenaga. "Hei, you okay?"

Kali ini, Ifah lah yang menjadi orang paling terdiam. Dan Naviza telah menangis haru, gadis usia 17 Tahun itu berlari melihat sang Papa.

Ifah terlalu senang. Nafasnya sangat kencang. "Papa!" teriaknya girang.

Sean tersenyum sangat kecil, netranya yang lemah melirik sekitar, lalu meneguk kering.

Seketika, Zakka tersadar. Tangannya memencet tombol kecil di dinding dekat bangsal. "Dokter. Dokter," gumamnya.

Naviza tak dapat menahan diri, ia langsung memeluk tangan Sean, menaruh tangan itu di pipi tirusnya. "Papa. Huhu, papa bangun... Papa buka mata lagi," tangisnya bercampur dengan tawa senang.

Ifah tersenyum lega, netranya melirik ekspresi papanya yang seperti mengungkapkan sesuatu.

Ifah mengangkat alisnya sedikit, lalu bertanya, membuat suara Zakka dan Naviza terhenti di tenggorokan, "Papa haus?"

Terdengar nafas lega dari Sean. Lelaki paruh baya yang kini berkulit pucat sedikit kemerahan itu mengangguk pelan. Ia ingin berbicara, tapi rasanya tenggorokannya terlalu kering.

Ifah mengambil air putih di atas nakas sebelah bangsal, lalu menaikkan posisi kasur, mempermudah Sean untuk minum.

"Ah." Sean akhirnya tersenyum semakin lega. Suaranya masih serak saat berucap senang, "Papa .. pikir--"

"Apapun yang Papa pikirkan, nanti dulu. Sekarang biarin dokter meriksa papa duluan," seru Ifah senang.

Zakka mengangguk. Ah, terlalu senang karena mata Sean terbuka lagi, membuat dirinya sedikit kehilangan kepintaran. Ia terlalu bahagia.

Dan Naviza, tetap saja tak ingin menjauh dari Sean. Ia terlalu takut, takut jika Papanya membuka mata ini hanyalah hayalan dirinya sendiri.

"Sebuah keajaiban bahwa Pak Sean bisa terbangun lebih cepat dari yang diduga. Awalnya, diperkirakan beliau akan bangun sekitar dua atau tiga bulan lagi," ucap Dokter pria itu sembari memberi senyum hangat. "Syukurlah. Yang dibutuhkan saat ini hanyalah beberapa terapi tubuh agar anggota badannya tidak terlalu kaku saat bergerak. Juga, akan ada beberapa survei pertanyaan mengenai perasaan yang dirasa Pak Sean nantinya."

Zakka mendekat, menggenggam jemari Sean erat. Dirinya bertanya pada dokter tersebut sembari terus menatap Sean di tempat tidur yang saat ini juga tengah menatapnya, "Jadi. Kapan suami saya bisa beraktivitas seperti normal, Dokter?"

Dokter pria itu mengangguk pelan, lalu menjawab, "Mungkin, tidak terlalu lama lagi. Tergantung bagaimana kondisi beliau pasca koma ini berlalu."

Dokter itu pamit undur diri. Meninggalkan empat orang satu keluarga yang akhirnya memeluk Sean di tengah.

Sedikit sesak. Tapi Sean mencoba memasrahkan diri. Dari apa yang ia dengar saat dokter menjelaskan, sepertinya dirinya Koma. Tapi ia tak tahu telah berapa lama.

Hal terakhir yang Sean ingat, dirinya pingsan di punggung Dero. Ia pikir, dirinya akan segera bertemu dengan Tuhan yang telah menciptakannya.

Zakka, Naviza dan Ifah, semuanya menangis haru. Satu-satunya laki-laki di keluarga mereka akhirnya kembali hadir.

Bukan lagi seperti beberapa bulan ke belakang. Sean ada, tapi semu.

"Kita semua sangat amat kangen sama Papa. Sejak Papa tidur ga bangun-bangun, Mama, Aku, dan kak Ifah ngerasa semuanya kaya datar dan hambar."

"Ya. Makasih udah bangun dan terus bernafas, Papa," sambung Ifah sembari menghapus air matanya yang kembali menetes.

"Terimakasih." Hanya itu yang mampu diucapkan Zakka sebagai seorang istri dan seorang ibu.

Mulutnya kelu untuk berucap lebih. Intinya, terimakasih kepada Sean karena telah mau bangun lagi.

Tak ada cara menceritakan pahitnya kisah mengenai dirinya sekian bulan ini, yang bisa ia ungkapkan hanyalah terimakasih.

Terlalu sakit. Sendirian. Mencoba kuat menopang keluarga.

Memberi dukungan pada anak-anaknya disaat dirinya sendiri hampir terjatuh dan tak bisa bangun.

Ia bersyukur, berterimakasih kepada Tuhan yang telah mengembalikan suaminya.

**

Masih ada sekitar satu atau dua special chapter lagi.

Tapi kayanya ga hari ini.

😆✌️💘

Aii<3

ADDICTED || DAFFA [Tamat]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن