Chapter 52 : Pesan suara aneh!

82 19 0
                                    

Chapter 52 : Pesan suara aneh!

"Rumornya makin ga jelas gini. Kamu gapapa, If?" Putri bertanya prihatin.

Ifah menggeleng pelan. "Gapapa, toh juga bentar lagi pasti pelakunya ketangkap."

"Bener, sih. Pasti pelakunya nanti bakal dapetin ganjaran yang setimpal. Entah dia dikucilkan atau dia nya jadi bahan obrolan buruk di mulut orang lain."

Ifah mengangguk. Bibirnya menyeringai santai. "Ya. Kali ini kambing hitam tetep ga bisa bikin dia selamat. Gue pastiin!"

Putri mengernyit bingung, bibirnya mengerucut karena tak mengerti. "Kambing hitam? Lo tau siapa pelakunya?"

"Hm. Ga pasti, sih. Tapi insting gue bilang kalau dia pelakunya."

"Pelaku yang mana?" tanya Putri. Tangannya menggenggam jemari Ifah di atas meja belajar. "Yang bocorin ban motor? Yang ngasih kaca di bakso? Atau, yang nyebarin rumor gajelas ini?"

Ifah tersenyum kecil, lalu melirik Putri sembari menjawab lugas, "Pelaku dibalik semua kejadian buruk yang gue dapetin."

Gadis cantik itu terus menyeringai, netranya menatap kosong pada pudding di dalam kotak makanannya. "Dia pasti bakal dapet karma yang lebih kejam. Entah itu dengan balasan dari gue, atau dari Tuhan secara langsung."

Kali ini, Ifah pasti akan membalas. Sesuatu berupa kejahatan memfitnah ibu kandungnya bukanlah hal yang bisa dibiarkan berlalu begitu saja.

Bahkan jika Daffa melarangnya untuk ikut campur.

Ifah melirik kaca jendela yang menampakkan langit biru dari lantai dua. "Dia ga akan bebas dengan mudah."

***

Mulai hari ini, Daffa dan teman-temannya tak lagi dapat tetap berada di SMANSANUBA.

Tentunya, itu karena mereka yang diharuskan untuk melanjutkan ke universitas yang telah mereka pilih pada tes beberapa waktu lalu.

Daffa dan Raka kuliah di luar kota, Rafa lebih memilih universitas yang dekat dengan rumah agar bisa terus bertemu dengan sang Bunda.

Seperti biasa, kali ini Daffa dan Ifah kembali pulang beriringan. Bedanya, ini adalah kali terakhir mereka bisa pulang pergi bersama.

"Karena ini yang terakhir. Pelan-pelan aja, biar lama," ujar Daffa. Tangannya mencekal tangan Ifah yang akan pergi menaiki kuda besi milik gadis itu.

Ifah mengangkat alisnya sejenak, lalu mengangguk sebagai pertanda 'Ya'.

Berselang beberapa menit kemudian, nampaklah dua insan tengah beriringan mengendarai sepeda motor di jalanan yang ramai.

Ifah di depan, dan Daffa di belakang. Terkadang keduanya berada di posisi kiri-kanan, terkadang depan-belakang.

"Ice cream?" teriak Daffa. Netranya menatap kaca spion Ifah menunggu tanggapan.

Ifah melirik sejenak, lalu mengangguk pelan dengan bibir sedikit mengerucut.

Di pikirannya, ini mungkin adalah kali terakhir mereka bertemu sebelum sekian bulan kedepan. Dan karena kesempatan untuk membeli ice cream berdua mungkin akan jarang ada, jadi kali ini ayo-ayo saja.

"Lo mau rasa apa? Matcha?" Daffa membuka helmnya sembari bertanya tanpa melirik Ifah, netranya fokus menatap kaca spion motor. "Beneran matcha, ya?"

"Engg--"

"Oke. Matcha dua, 'kan?" Daffa memotong jawaban Ifah.

Gadis itu segera mendekat dan menjambak rambut yang baru saja Daffa tata ulang. Bibir kecilnya mendekat, lalu berbisik tajam di sebelah telinga lelaki itu, "Kapan gue bilang 'Mau matcha'? Jangan mentang-mentang lo yang bakal bayarin lo malah pilih rasa rumput itu buat gue!"

Daffa merenggut kesal. "Ah, rambut gue! Iya, iya. Pesan yang lo mau, nanti biar abang yang bayar~"

"Bagus." Ifah mengangguk-anggukkan kepalanya puas. Menghiraukan kalimat songong di akhir.

Ifah menjauh, pergi memesan makanan dingin itu ke depan sana. Suaranya yang samar-samar dapat terdengar di indra Daffa.

"Kak, beli. Satu rasa Matcha ga pakai toping, satunya lagi Vanilla pakai oreo, coklat lumer, sama keju---"

Daffa segera terkekeh gemas dan geram yang bercampur. "Dasar. Pas buat gue malah ga dikasih toping, buat dia malah kaya bisa nambah segerobak gitu. Anaknya tan--"

*Tning!

Suara dentingan ponsel dengan nada khusus mengalihkan gerutuan lelaki tampan yang telah lulus SMA itu.

Netranya bergulir, menatap ponsel di tangan kanannya yang bercahaya pertanda layarnya aktif dengan pesan suara di bar notifikasi.

"Ayah...?" gumamnya melihat nama pengirim, tapi suaranya memudar ketika mulai mendengarkan isi pesan suara sepanjang dua menit itu.

"Saya percayakan Ifah sama kamu. Entah saya bisa selamat atau enggak, tolong jaga anak gadis saya seperti gimana kamu jagain dia selama empat bulan terakhir."

Helaan nafas terdengar terburu-buru dari ujung lain, lalu dilanjutkan dengan ucapan lain yang sedikit tersenggal-senggal.

"Ponsel saya hilang. Ayahmu aman. Dan, tolong jangan beri tahu Ifah kalau saya pernah nitip pesan seperti ini ke kamu... Saya ga tau, saya bisa aman atau gak. Kamu--"

Pesan berakhir, dengan suara 'grasak-grusuk' yang terdengar jelas di sisa waktu pesan suara.

Daffa membeku, bulu matanya bergetar ringan. "...Om Sean?"

***

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Where stories live. Discover now