Chapter 19 : Daffa, si Ceroboh.

123 26 1
                                    

Chapter 19 : Daffa, si Ceroboh.

❝ HAPPY READING ❞
🦋

"Ketemu, bang?" Wendi memasang mukenah berwarna ungu nya. Netra wanita paruh baya itu menatap sang anak lembut.

Daffa tersenyum. "Ketemu, ma. Di depan pagar rumah."

Dero keluar dari kamar mandi dengan wajahnya yang basah. Pria itu menatap sang anak dengan pandangan jijik.

Daffa paham apa kalimat yang akan ayahnya lontarkan. Ia pun mendahului ayahnya sebelum lelaki paruh baya itu berbicara, "Iya, abang ceroboh. Abang kayanya bukan anak Ayah."

Dero mengatupkan bibirnya, lalu tertawa meremehkan. "Baguslah kalau sadar diri."

"Ayah, Abang. Jangan berantem mulu, apa susahnya sih?" Wendi mengangkat lipatan pakaian di samping tubuh nya, berlagak akan melempar benda itu ke wajah duo ayah-anak yang terus bertengkar ini.

"Ya maaf atuh Ma," Dero menatap anaknya sengit, lagi. "Itu di kulkas ada pudding mangga kesukaan kamu, tadi Ayah yang beliin, lho, ya!"

**

"Loh, kak? Kok bawa kucing? Culik dimana?" Naviza menatap kakak perempuannya menyelidik.

"Di rumah tetangga," jawab Ifah santai.

"Yang bener?"

"Iya, di rumah tetangga kita tadi ada yang nganter kardus paket terus kakak buka, eh isinya ... Duarr, Singa!"

Naviza terperanjat, sial, dirinya tak ekspektasi akan dikejutkan tiba-tiba. "Kakakk! Kaget ih Astaghfirullah!"

"Sana, shalat. Jangan ganggu Singa, dia mau makan sama istirahat dulu. Besok pulang sekolah kakak mandiin."

Naviza mengernyit bingung. "Singa??" Lalu, pandangannya turun pada seekor kucing putih yang seperti berusia sekitar tiga atau empat bulan di pelukan sang kakak. "Dia ... Singa?"

"Iya. Namanya Singa," jawab Ifah malas, gadis itu berniat akan naik ke kamarnya.

Naviza menghadang sang kakak, lalu menatap perempuan yang sayang sekali adalah saudari kandungnya itu dengan heran. "Pantes. Kenapa namanya Singa? Kok gak sekalian 'Kambing' aja?"

Ifah berhenti berjalan, lalu pandangannya turun ke wajah lucu Singa. Dirinya seperti tengah berfikir keras. "Kayanya ... Boleh juga?"

"Astaghfirullah!"

***

"Woi, minta nomer ponsel lo, dong!"

Ifah berdiri tegak, mengangkat kepalanya guna menatap wajah lelaki yang saat ini tengah ia tagih sesuatu.

Daffa menatap gadis pendek itu. Alisnya sedikit terangkat. "Abang," koreksinya.

"Ck."

Daffa berbalik, berlagak akan meninggalkan gadis berkepang satu di depannya ini sendirian di UKS.

"Eitss!" Ifah mengukur tantannya, menahan ujung seragam Daffa. "Oke. Abang Daffa~ minta nomer ponselnya, dongg!"

Daffa mengangguk, tangannya terulur guna meminta ponsel Ifah. Mengetik sejenak, lalu dirinya pun berbalik pergi.

Ifah terdiam, menatap ponselnya kosong. Gadis itu tanpa sadar memilih untuk duduk di kasur empuk UKS sekolah ini.

"Emang ya, kalau udah bego dari sana nya mah ga bakal bisa diperbaiki lagi," gerutu Ifah kesal, dengan tangan menyapu rambut halus yang mulai menutupi keningnya.

Di ponselnya, tertera nomer ; 081234567890.

Nomer yang jelas-jelas adalah kebohongan.

"Kok bisa? Padahal tadi dia kaya udah nelpon ke nomer ponselnya, deh." Mengernyit bingung, Ifah mencoba mencari log panggilan terakhir.

Tak ada sama sekali. Lah?

**

"Sip." Daffa mengangguk santai. Nomer ponsel gadis tetangganya itu telah selesai ia simpan.

"Kalau begini. Gue udah disebut bertanggungjawab sama perintah, kan?" gumamnya bangga.

Lalu tiba-tiba, lelaki dengan seragam rapi dan wajah tampan itu terdiam beberapa detik. "Tapi ... Gimana dia bisa minta tolong sama gue kalau di ponselnya malah sengaja gue hapus log panggilan barusan?"

Ah, dasar. Lelaki ceroboh bernama Daffa kembali berulah.

***

ENJOY!

Part ke-4 di hari ke-3!

Ó.Ò

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Where stories live. Discover now