Chapter 49 : Keras kepala.

74 19 0
                                    

Chapter 49 : Keras kepala.

Daffa terdiam membeku, keningnya sedikit mengernyit. Pun dengan Rayhan, lelaki itu menatap Ifah sedikit malu.

"Hehe, ga gitu--"

Kedua lelaki tampan itu saling bersitatap, lalu menajamkan mata dengan sengit. "Apa lo?!" geramnya berbarengan, lagi.

"Brengsek. Diem!" Keduanya serentak, membuat Ifah memutar bola matanya malas.

Daffa menghela nafas kasar, menggertakkan giginya merasa dendam. "Lo yang diem!"

"Lo yang diem!" Rayhan meniru ucapan Daffa. Ekspresi wajahnya tetap saja santai.

Hening sejenak. Kedua lelaki tampan itu saling menatap kejam. Seolah seutas tali percikan listrik terjalin diantara mereka.

"Kalian. Diem." Ifah menatap kedua anak manusia didepannya dengan senyum manis, lalu melanjutkan dengan tangan meremat botol kaca berisi cuka, "ngomong satu kata lagi? Jangan nangis pas kalian berdua gue kasih hadiah pakai botol ini."

Rayhan menyipit ngeri. Kepala lelaki itu mulai mati rasa. Terbayang, ketika botol kaca itu menghantam kepalanya. "Ssh," ringisnya.

"Berani?" tantang Daffa datar.

Ifah tertawa meledek, "Haha, lo pikir gue ga berani?" Ia menatap Daffa seraya menyeringai. "Mau coba, bang?"

***

Hari ini, Ifah sekali lagi diajak pulang beriringan oleh Daffa.

Sejak kejadian, ekhem, mereka di rumah Daffa saat itu, hingga hari ini Ifah pun memutuskan untuk berangkat dan pulang sekolah menggunakan motornya sendiri.

"Emang lo ga pergi les?" tanya Ifah curiga. Sebenarnya, ia hanya ingin menghindar.

"Enggak. Ayo pulang."

"T-tapi kayanya lo harus makin rajin les ... Deh?"

"Enggak. Sehari bolos ga bakal bikin gue bodoh," jawab Daffa acuh. "Cepet. Lo lelet banget, kaya siput."

Ifah menggertakkan giginya, lalu merampas kunci motor Daffa, membiarkan mesin benda itu segera mati. "Gak. Lo ga boleh bolos les. Pergi les atau kuncinya ga gue balikin?"

"Ck. Lo siapa nyuruh-nyuruh?" Daffa menatap Ifah dengan mata menyipit, kakinya menurunkan standart motor lalu berjalan menuju gadis dengan seragam batik itu.

Ifah meneguk ludah kasar, bibirnya mengerucut tak senang. "Apa?! Ngapain deket-deket?"

Daffa menekan bahu gadis itu dengan tangannya, lalu menunduk, menyetarakan posisi kepala mereka dengan jarak dua jengkal. "Lo ga perlu khawatir bakal trending topik sekali lagi. Seganteng-gantengnya gue... Hmm, gue bakal tetep bantu lo buat bersihin rumor sialan ini."

Ifah ingin terharu, tapi kenapa rasanya ucapan Daffa sedikit tidak nyambung? Ah, sudahlah, biarkan.

Gadis itu meremat tangannya, membentuk kepalan. Ia menatap netra obsidian Daffa tajam. "Lo... Seharusnya tau siapa yang di belakang layar, 'kan?" tanyanya lirih. Ia ingat, ucapan Daffa saat di bianglala. "Kalau lo tau. Boleh gue juga ikutan tau orangnya?"


"Gak." Daffa langsung menggeleng tak setuju. "Lo gak boleh tau sesuatu yang gak seharusnya lo ketahui."

"..."

Daffa menatap Ifah tenang, bibirnya secara tiba-tiba membentuk busur senyum, netranya pun ikut menyipit bak bulan sabit. "Jangan dipikirin. Yang harus lo tau, nanti semuanya aman dan lo cuma perlu nunggu."

Ifah menurunkan netranya, menatap sepasang sepatu yang ia kenakkan dengan penuh perhitungan.

Kepalanya mengangguk, mengiyakan seolah patuh. Tapi, hati dan logikanya telah memutuskan, bahkan jika harus mencari dengan banyak usaha, pelaku dibaliknya pasti akan ia cari.

"Ya. Siapapun itu, ga bakal diizinkan buat lolos dengan tenang. Ga akan," gumamnya lirih.

Daffa menghela nafas dengan tenang. Tangannya menepuk kedua pipi Ifah gemas. "Keras kepala."

***

Enjoy!

Telat sehari Ó.Ò

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Where stories live. Discover now