38. Anugerah Terindah

751 101 15
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

38. Anugerah Terindah

“Tolok ukur keberhasilan orang tua adalah gagal atau berhasilnya dia dalam mendidik anak-anak nya.”

Amir Mahendra Al-‘arafi.

****
Ammar Abidzar Fajar ‘Arafi

Empat kata membentuk satu kalimat nama indah itu terketik rapi dalam selembar kertas resmi dari Negara. Akta Kelahiran. Tiga hari setelah bayi kecil Gus Amir dan Ning Mila melihat dunia, Yusuf langsung menguruskan untuk pembuatan akta kelahiran keponakan pertama nya itu.

Nama panjang itu adalah gabungan dari pemberian Habib Dzikri, Gus Amir serta persetujuan dari Ning Mila.

Habih Dzikri hanya menulis dua kata dengan berbahasa arab dalam kertas itu. Yaitu أَمَّرْ  dan فَجَارْ . Katanya, beliau ingin mengenang nama teman baiknya, yaitu Ustadz Ammar, ayah dari Gus Amir. Dan kata Fajar yang berarti Matahari atau Cahaya Putih.

Sementara dua kata lain nya, dari ayah bayi itu. Gus Amir. Abidzar, yang berarti menyebarkan. Dan ‘Arafi, dari nama belakang Gus Amir.

“Assalamu‘alaikum, Cahaya Umma...,” Ning Mila mengambil putranya dari box bayi. Wanita itu diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah sehari dirawat.

Ning Mila masih belum boleh memakai gamisnya. Kata Umi Aisyah dari orang-orang tua jaman dahulu, orang kalau habis melahirkan harus memakai jarik dan kemben. Supaya otot pinggangnya kembali rapi setelah mengendur karena lahiran.

Sementara ia juga memakai baju yang berkancing supaya memudahkan untuk menyusui putra nya.

Dengan hati-hati, Ning Mila membawa bayi nya keluar kamar untuk dijemur. Ia berjalan sangat pelan. Dengan jilbab instan nya. Diruang tamu, ada sang suami yang masih berbincang dengan keluarga yang menginap sampai Abidzar aqiqah.

“Mau berjemur, yang?” tanya Gus Amir langsung menghampiri istrinya ketika netranya menangkap Ning Mila berjalan.

“Iya,”

Setelah sampai diteras rumah, Gus Amir membantu mendudukkan sang istri dikursi yang sengaja ia taruh disana. Katanya, supaya kalau ada tamu bisa duduk disana dulu kalau kelamaan nunggu.

“Adek gak mau sarapan dulu? Mas ambilin, ya?” tawar Gus Amir sembari mengelus lembut kepala sang istri. Sedari tadi, Ning Mila memang belum makan apapun. Ia sibuk menyusui Abidzar yang rewel dari subuh.

Ning Mila membenarkan kaus tangan putranya yang mau lepas. Lalu ia berkata. “Kalau tidak merepotkan Mas, adek mau diambilkan, sekalian suapin, ya?”

“Repot apa, sih, yang!” dengus Gus Amir sebelum masuk untuk mengambilkan sarapan untuk sang istri.

“Abi kamu baik banget, nak....beliau ambilkan Umma sarapan,” ucap Ning Mila pelan kepada putranya yang tengah membuka mata.

Mata bayi itu sipit dan tatapan nya sangat lembut dan tenang. Sama seperti Ning Mila. Sementara bagian hidung dan mulut persis Gus Amir. Mancung dan tipis.

Abidzar menggeliatkan tubuhnya. Ia mengulet hingga kaus tangan kirinya lepas dan jatuh. Wajah nya sudah memerah seakan hendak menangis. Belum ada hitungan lima menit, bayi itu sudah menangis kencang.

AMILA [Season 2]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon