30. Dua bulan terakhir

1.9K 173 12
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

30. Dua bulan terakhir

“Jika kamu tidak memiliki apa yang kamu cintai, maka cintailah apa yang kamu miliki.”

****
Ternyata pria yang akan menjadi Ayah itu merealisasikan ucapan nya. Selama dua bulan terakhir Gus Amir begitu sibuk mengejar skripsinya. Bahkan sangat jarang ada waktu untuk sekedar bercerita dengan sang istri. Meskipun begitu, pria itu tetap menjalani kewajiban nya sebagai seorang suami. Menemani istrinya check kandungan, menuruti permintaan sang istri yang tengah menyidam, dan tetap menjadi imam sholat untuk Ning Mila.

kemarin keduanya sempat berdebat hingga menyebabkan perang dingin antara keduanya. Ning Mila yang berusaha memahami keadaan si suami dengan mengatur jadwal dakwah Gus Amir, supaya Gus Amir tidak begitu kelelahan. Dan Gus Amir yang ngotot ingin tetap berdakwah ditengah kesibukan kuliah dan mengajarnya.

“Adek tau? Mas tidak suka adek merahasiakan apapun dari Mas, kenapa adek melanggar itu?” ujar Gus Amir dengan nada tegas dan tajamnya.

Rupanya perang dingin mereka masih berlanjut hingga malam ini.

Wanita yang tengah mengandung empat bulan itu menghela napas lelahnya. Padahal ia sudah menjelaskan alasan kenapa menyembunyikan undangan-undangan dakwah suaminya dan diam-diam menolak undangan itu dari pihak panitia.

“Hanya dua bulan Mas,” akhirnya kalimat itu yang keluar dari Ning Mila. “Dan dua bulan itu akan berakhir, dua hari lagi juga Mas akan wisuda!” sambungnya.

“Dua bulan dengan tujuh undangan dakwah yang sudah adek tolak?” nada dingin dari Gus Amir menyapu indra pendengaran Ning Mila. Wanita itu merinding seketika.

“Adek tahu berapa banyak jamaah yang telah menantikan dakwah Mas, mereka mengharap mendapat manfaat dari apa yang Mas sampaikan, tapi adek dengan seenaknya menolak itu semua hanya karena alasan sepele?”

Ning Mila langsung menatap wajah suaminya. “Sepele?” ulangnya dengan nada lirih.

Gus Amir mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Dadanya naik turun menandakan ia benar-benar sangat marah dan kesal. Juga merasa bersalah dengan jamaah nya.

“Kalau menurut Mas kata kelelahan adalah alasan sepele, maka untuk adek itu adalah masalah besar.” tekan Ning Mila. Sungguh bukan niatnya untuk membantah sang suami. Tapi beberapa hal memang harus ia luruskan saat ini.

“Kuliah mengejar skripsi dan mengajar santri dipondok sendiri. Dua pekerjaan itu saja sudah merenggut waktu Mas untuk adek, apalagi jika ditambah dakwah keluar kota yang akan menghabiskan waktu berhari - hari,”

“Apa waktu yang selama dua bulan ini Mas berikan itu kurang?!” tanya Gus Amir.

“Menemani check Up kandungan, menjadi imam sholat, dan menuruti nyidam yang bahkan hampir tidak pernah. Kemana sisa waktu lain nya yang biasanya Mas gunakan untuk cerita dengan adek, muroja‘ah bareng adek, elus-elus perut adek?” Ning Mila menatap suaminya yang juga tengah menatapnya dengan tajam.

Wanita itu memegang lengan Gus Amir. “Check kandungan hanya tiga jam, mengimami adek sholat pun sekarang rasanya hambar, nyidam pun adek tidak pernah meminta lebih terkecuali Mas sedang diluar.” netra Ning Mila berkaca-kaca.

AMILA [Season 2]Where stories live. Discover now