18. Back to Jakarta

1.5K 155 3
                                    

بسم اللّٰه الرحمن الرحيم

18. Back to Jakarta

“Bahagia itu sederhana. Mencukupkan apa yang ada dengan terus menerus mensyukurinya tanpa tapi dan tanpa nanti.”

****
Kegiatan pondok kembali normal selepas acara tahtiman dua hari yang lalu. Rindunya yang sempat tertahan pada teman lama pun terobati dihari yang sama. Yaitu saat pengajian untuk anaknya. 

Kedua orang dewasa tengah melakukan perjalanan menuju Darrul Furqon. Mereka mendapat kabar kalau Ning Zahra akan diperkirakan melahirkan bulan ini.

Beberapa menit lagi, mobil akan masuk ke wilayah pesantren Darrul Furqon. Rasa antusias sangat dirasakan oleh Ning Mila. Bagaimana tidak? Hampir tujuh bulan tidak bertemu teman-teman nya. Tentu ia sangat rindu.

“Tidak sabar banget kelihatan nya,” cetus Gus Amir. Melihat istrinya seperti ini membuat hatinya ikut senang.

“Mau ketemu semua orang, adek kangeeeen banget!”

Sama. Gus Amir juga merindukan suasana pondok lamanya. Apalagi teman-teman nya. Meski hanya beberapa bulan ditinggal, pasti sudah banyak yang berubah.

Gus Amir memberhentikan mobil tepat dihalaman pesantren putri. Beberapa orang disana kelihatan tengah memperhatikan mobil hitam itu dengan tatapan tanya. Kemudian, berdecak kagum ketika melihat siapa yang keluar dari dalam mobil.

Dengan tangan menggandeng Ning Mila sebelah kanan dan yang kiri digunakan untuk menggeret koper. Keduanya memasuki kawasan Ndalem.

“Assalamu‘alaikum...”

“Wa‘alaikumu---salam,” Ustadzah Laras terkejut. “Masya Allah, anak-anak Bunda!” beliau langsung memeluk Ning Mila erat.

“Apa kabar, adek?”

Ning Mila menyalami Bundanya. “Alhamdulillah, baik banget, Bunda!”

“Bun...” Gus Amir ikut salim.

“Kabarnya bagaimana, Mir?”

“Baik, Bun. Alhamdulillah,”

Ustadzah Laras mengajak mereka masuk. Tentu kedatangan mereka disambut dengan gembira oleh keluarga. Apalagi keponakan Ning Mila yang sangat senang ia datang. Zafi sudah berusia kurang lebih empat tahunan.

“Maaf, ya, acara kemarin tidak bisa datang!” ucap Ustadzah Ema.

Mboten nopo-nopo, Umi! Kami minta doanya saja!” balas Gus Amir.

“Kakinya sudah sembuh, dek?” tanya Ning Zahra.

Ning Mila mengangguk senang. “Ada tekad dalam diri adek, harus sembuh sebelum kakak melahirkan!” ujarnya.

Ning Zahra tersenyum.

“Jadi cuti lagi, Mir?” tanya Gus Hafi.

“Iya, Mas.”

“Kampus milik sendiri, mah, santai!” cetus Ning Mila.

AMILA [Season 2]Onde histórias criam vida. Descubra agora