29. Mengejar Cinta Allah

1.6K 150 13
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

29. Mengejar Cinta Allah

“Karena Allah, alasan aku menjadi milik mu.”

****
Mentari pagi menyinari belahan bumi. Panas yang tak begitu menyengat. Justru menyehatkan. Tepat pukul delapan kurang lima menit pagi. Seorang wanita yang tengah hamil muda baru saja selesai menyiapkan pakaian sholat jum‘at sang suami.

Selanjutnya, perempuan itu menuju teras rumah untuk duduk disana sambil memperhatikan si suami yang tengah mencuci mobil putih nya. Seulas senyum manis terpatri dibibir pada wajah yang sebagian tertutup cadar merah muda.

“Cinta Amir itu sebesar cintanya pada Umi, nak. Bahkan saat ia ijin untuk mengkhitbah dirimu, Amir meminta maaf kepada Umi karena ia merasa telah menduakan cinta Umi nya ini,”

Penjelasan dari Umi Aisyah dan pengalaman hidup bersama hampir satu tahun pernikahan sudah cukup menjadi bukti bahwa Gus Amir benar-benar mencintainya.

Banyak pertanyaan yang ingin Ning Mila utarakan kepada suaminya itu. Tentang bagaimana Gus Amir menikahi nya, dan perjuangan untuk mendapatkan dirinya yang masa itu masih terbelenggu cinta keluarga, teman, dan Allah.

Dengan begitu mudah dan waktu yang terbilang singkat Gus Amir mampu mengambil tanggung jawab besar dengan menikahinya dan bahkan mau punya anak. Meski Uminya memilik pesantren yang telah punya cabang, tapi Gus Amir tidak memanfaatkan uang-uang itu.

“Mikir apa, sih, yang?”

“Astaghfirullah!” Ning Mila memegang dadanya lantaran terkejut. Tiba-tiba saja suaminya sudah berdiri disamping. Dengan tangan penuh sabun pula.

Gus Amir tertawa. Lelaki itu memakai sarung selutut dan kaos oblong hitam. Buliran keringat didahi dan lehernya membuat Gus Amir tambah berkharisma. Ning Mila mengusap keringat itu.

“Ada beberapa hal yang ingin adek tanyakan,” ujar Ning Mila kemudian.

“Apa?” nada bicara Ning Mila masih lembut, namun mampu membuat Gus Amir meneguk salivanya.

Wanita itu melirik tangan suami yang penuh sabun. “Selesaikan dulu pekerjaan, Mas. Setelah itu mandi, baru adek memulai pertanyaan pentingnya.” suruh Ning Mila. Gus Amir mengangguk nurut kemudian kembali menuju mobilnya.

****

Usai menjemur handuk dibalkon, Gus Amir menghampiri sang istri yang sudah menunggu diatas ranjang sembari mengelus perutnya. Ia ikut naik dan duduk disamping Ning Mila.

“Sayang mau tanya apa, hem?” tanya Gus Amir memulai lebih dulu.

Ning Mila beralih memainkan cincin pernikahan milik Gus Amir yang tersemat nama nya menggunakan ukiran arab. “Cincin ini...Mas beli pakai uang siapa?” mungkin dengan pertanyaan seperti ini bisa memancing Gus Amir untuk cerita.

“Uang Mas, kenapa dek?” tanya Gus Amir dengan dahi berkerut.

“Kata Umi....Mas tidak punya uang sama sekali waktu menikahi adek,” ujar Ning Mila pelan.

“Benar,” Ning Mila hendak angkat bicara, namun Gus Amir menyela nya dulu. “Tapi Mas punya Allah yang mengirim banyak rezeki agar niat Mas terkabul waktu itu.”

AMILA [Season 2]Där berättelser lever. Upptäck nu