20. Kelahiran sang Pelita

1.8K 167 4
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

20. Kelahiran sang Pelita

“Perjuangan yang hanya bisa dirasakan setiap wanita, perjuangan yang begitu istimewa, karena itulah wanita selalu diperlakukan dengan mulia. Dan hanya lelaki pilihan yang benar-benar mampu memuliakan wanitanya.”

****
Gus Amir membuka matanya perlahan. Dilihatnya sang istri yang masih pulas memeluknya. Gus Amir membentuk senyum dan menaikkan selimut untuk menutup tubuh Ning Mila.

Lelaki itu melirik jam dinding. “Pukul sebelas,” gumamnya. Diluar sangat panas sekali, bahkan panasnya sangat terasa juga dikamar.

Gus Amir kembali menatap istri cantiknya. Ia merapatkan tubuh. Membawa Ning Mila ke dada telanjangnya.

Lelaki itu memberi kecupan ringan diwajah sang istri. “Capek banget pasti,” biasanya Ning Mila akan langsung bangun jika ada pergerakan dari orang lain.

Akhirnya Gus Amir memutuskan untuk mandi. Sebentar lagi adzan dzuhur. Ia juga harus membangunkan istrinya agar segera mandi besar.

Beberapa menit setelah merawat dirinya sendiri, Gus Amir kembali ke kasur lengkap dengan sarung dan koko coklat yang ia kenakan.

“Sayang...bangun!” ujarnya pelan sembari menepuk pipi Ning Mila.

“Dek, sudah mau dzuhur, lho!”

“Eunghh...” Ning Mila mengulet hingga selimutnya hampir terbuka.

Gus Amir terkekeh pelan dan membenarkan letak selimut. “Hayoloo...kelihatan!” candanya membuat mata Ning Mila langsung terbuka.

“Kan, sudah sering lihat!” ujar Ning Mila pelan.

“HEH!!” tegur Gus Amir.

Ning Mila mendudukkan tubuh sembari memegang selimut sebatas dada. “Kok, adek baru dibangunin?” tanya nya.

“Mas juga baru bangun! Baru selesai mandi, nih.” Gus Amir menunjukkan rambut basahnya.

“Keramas lagi...” lesu Ning Mila.

“Maaf, yaa...”

“Aduhhh mager banget Mas...” rengek Ning Mila.

Gus Amir yang tadinya ditepi kasur kini naik ke kasur. Mendekap tubuh istrinya yang masih polosan. Tangannya melingkar diperut Ning Mila.

“Mau Mas mandiin?” tawar Gus Amir.

“Gak!” tolak Ning Mila mentah-mentah. Bisa-bisa Gus Amir keramas dua kali.

Gus Amir tertawa. Ia mengelus perut istrinya yang telanjang. “Nanti disini ada malaikat kedua kita!”

Ning Mila mendongak. “Mas mau banget, ya?”

“Mau! Tapi tidak terburu-buru, sayang!”

“Sana mandi dulu!” perintah Gus Amir kemudian.

“Mager, ihh!” Ning Mila hendak membaringkan lagi tubuhnya. Namun segera ditahan Gus Amir.

“Sudah mau dzuhur, sayang...” tanpa aba-aba lelaki itu membopong tubuh polos Ning Mila menuju kamar mandi.

AMILA [Season 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang