28. Amanah dari Candra

39 24 6
                                    

"Hidup itu sebuah rintangan, jika kamu gagal teruslah mencoba. Jangan pernah tuk menyerah"
- Alam Bintang Rayna

Happy Reading




"Siapa yang udah nenangin Lana biar gak nangis? Soalnya Mama gak percaya sama kamu, kalau kamu bisa nenangin anak kecil nangis." tanya Lusi.

"Iya. Emang benar Esta gak bisa urus bocil, tapi kali ini Esta bisa nenangin Lana kok." Ucap Semesta dengan pede. Padahal, Alam yang menenangkan Lana, bukan dirinya. Songong sekali bukan laki-laki ini?

"Mama gak percaya! Nambah dosa tau kalau kamu suka bohong ke Mama. Mau jadi anak durhaka apa?!" Timpal Lusi menaikkan nada suaranya.

"Esta ngaku kalah sekarang. Esta jujur deh," pasrah Semesta menghembuskan kasar.

"Alam yang nenangin Lana nangis tadi," beo Semesta jujur.

"Alam?" Ulang Lusi.

"Iya Mamaku," senyum kecut Semesta menanggapi respon Lusi.

"Yah. Mama berarti berhutang budi sama Alam lagi, gara-gara kamu. Pasti setiap ada masalah, Alam jadi penyelamat kamu dari bahaya marah Mama. Tapi ujung-ujungnya kamu kena marah juga. Mama heran sama kamu, kenapa sih kamu sering banget buat masalah? Kaya di hidup kamu gak ada masalahnya. Padahal yang lain banyak masalahnya." celetuk Lusi kesal terhadap Semesta.

Semesta justru tak menghiraukan omongan Lusi, ia bergumam kecil– mengomel sendiri.

"Bodo amat. Emang gue pikirin." gerutu Semesta dengan sans– terdengar jelas ditelinga Lusi.

"Oh gitu ya, bicara sama orang tua? Mulai sekarang uang saku kamu Mama potong lima puluh persen, terus kalau berangkat sekolah jalan kaki gak boleh naik motor. Ingat itu sekarang, peraturan baru buat kamu, selama tiga bulan ke depan." Timpal Lusi berjalan pergi meninggalkan Semesta.

Semesta masih tak percaya dengan ucapan mamanya tadi, bahkan menelan ludah saja berat seperti ingin mati bagi Semesta arena perkataan wanita paruh baya itu.

"Ma ... jangan gitu lah. Entar Semesta bisa mati kaya gitu," Seru Semesta– tidak direspon oleh Lusi.

"Mati aja. Mama ikhlas kok. Gak bakal nangisin kamu,"

"Ahh!! Bodoh lah, gue males bicara sama Mama!" Ketusnya dengan raut wajah kesal.

"Anjir, setan!" Seru Semesta kaget saat seseorang menyentuh pundaknya. Badannya berbalik menatap refleks lelaki itu.

"Emang... entar jadi setan juga," balas lelaki itu menatap datar Semesta.

"Makanya gak usah ngagetin orang. Untung gak mati gue," refleks Semesta memegang dada– masih kaget kedatangan lelaki ini.

"Alay banget lo." tukas Candra.

"Bisa bicara empat mata? Ada hal penting yang mau gue ngomongin sama lu. Penting!" Pinta Candra diangguki lelaki itu.

"Bisa. Bicaranya di kamar gue aja, biar privat, soalnya penting katanya." Candra mengangguki ajakan Semesta.

Dikamar Semesta– Candra memulai pembicaraannya. Tidak lupa pintu kamar dikunci oleh Semesta. Jika tidak dikunci, mamanya terkadang masuk ke kamarnya tanpa ketuk pintu.

SEMESTA DAN ALAM Where stories live. Discover now