20. Pembohong

44 34 7
                                    

"Budayakan sikap bodo amat. Your mental health is more important than anything"
- Marcell Darwin

Happy Reading




Sesuai janji. Tepat hari ini Candra mengajak adik tercintanya mengunjungi Mamanya. Walaupun tertunda beberapa hari ini. Hati Alam berbunga-bunga senang karena sebentar lagi akan bertemu sang mama setelah sekian lama.

Alam membulatkan mata, menatap tajam Candra. Kenapa dirinya di bawa ke makam ziarah kubur?

"Kakak mau ngapain ke sini? Mau ziarah ke makam siapa? Katanya mau ketemu Mama dulu." Tanya Alam bertubi dengan perasaan tidak nyaman di hati.

"Ikut aja gak usah banyak omong." Balas Candra menatap Adiknya dengan perasaan sedih.

Alam membuntuti setiap langkah kaki Candra berjalan kemana saja. Tibalah di hadapan mereka, gundukkan serta batu nisan yang bertulis Dewi Yana, nama orang tua Alam dan Candra.

"I-ini gak mungkin kan Kak? Pasti ini salah!" Serak Alam menatap wajah Candra. Candra menggeleng kepala dengan senyum paksanya.

Sekujur tubuh Alam jatuh di dekat gundukan tanah itu, dengan tatapan kosong menatap batu nisan, serta air mata membasahi pipinya. Candra berjongkok menyamankan tubuh sang adik, mengelus rambut pendek sang adik, menguatkan raganya.

"Kenapa Kakak jahat?! Kenapa harus aku yang selalu bohongi? Kenapa?!!" Teriak Alam memukul dada Candra sebagai pelampiasan.

Candra langsung memeluk tubuh cewek ini, Alam berusaha melepaskan pelukan itu namun nihil. Candra justru makin memeluk erat tubuh adiknya, mengelus surai rambut Alam untuk menenangkannya.

"Kakak jahat!! Sudah berapa kali kamu membohongi Adikmu ini?"

"Maafin Kakak yang sudah bohong kepada kamu, Dek." Ujar Candra ikut menangis karena tak sanggup melihat adiknya seperti ini.

Perlahan Alam melepaskan tubuh Candra, menatap gundukkan itu dengan menghembuskan nafas panjang. Alam mengusap air matanya yang terus turun kelopak mata.

"Alam kuat! Gak cengeng oke!" Ucapnya menyemangati diri.

"Sebaiknya kita doakan Mama agar tenang disana, Dek." Ajak Candra meminta sang adik mengirim doa untuk sang Mama.

Alam mengangguk, mengambil bunga yang disampingnya. Menaburkan diatas gundukan itu lalu dilanjutkan menyiram air diatasnya.

"Ayo pulang sekarang.”  Candra mengajak cewek ini untuk pulang. Lantas cewek ini menggeleng kepala, tak mau ikut pulang bersamanya.

"Tapi Alam masih ingin di sini, temani Mama. Pasti kalau malam Mama kedinginan, jadi Alam bisa ambil selimut buat hilangin rasa dinginnya dan Mama gak akan kesepian." Balasnya masih setia berjongkok di dekat makam ini.

Candra sungguh merasa salah atas ini, tidak memberi tau Alam sebelumnya. Perasaan iba dengan kasian kepada sang adik yang merindukan Mamanya kurang lebih hampir 2 tahun membuatnya makin merasa bersalah.

Candra mengangkat bahu Alam dari belakang, cewek ini mengikut pergerakan itu. Candra kembali memeluk tubuh cewek ini, lalu melepaskannya kembali.

SEMESTA DAN ALAM Where stories live. Discover now