Chp 19. Perasaan Itu

360 12 0
                                    

こんにちは

幸せな読書

Selamat Membaca

"hachim hachim"

Pagi setelah prom night, Kara tak berhentinya bersin-bersin di kamar.

"Ra kita ke dokter ya?"

Kara tidak menjawab, dia membuka ponselnya berniat untuk menelpon Faiz.

Tapi Endra malah merebut HP Kara.

"Lo gak usah beli obat aneh-aneh lagi, kita ke rumah sakit"

Kara yang lemas tidak bisa beradu mulut. Dia memegang kepalanya yang terasa sakit.

"HP gue! Gue mau telfon bang Faiz"

"Mau ngapain, ck! Gak usah"

Kara merebahkan dirinya di kasur. Membiarkan Endra mengambil HPnya.

"hachim hachim" Kara kembali bersin-bersin.

Endra mendekat untuk memegang kening Kara. Tapi tangannya di tepis oleh Kara.

"Lo mau apa? Biar gue beliin."

Kara dengan keras kepalanya masih terdiam, hingga tak lama dia terlelap. Endra kembali mengecek Kara, dan ternyata suhu tubuhnya kembali tinggi.

"Ya Allah, gue apain sih dia. Sampe sakit mulu" gumam Endra

Endra menelpon dokter Angel untuk ke rumahnya. Dokter memeriksa Kara dengan keadaan Kara yang tertidur pulas.

"Mbak Kara apa sempat hujan-hujanan?"

"Enggak Dok, kemarin kan enggak hujan. Tapi kayaknya dia mandi kelamaan"

"Mandi kelamaan? Hmm, gapapa. Mbak Kara cuma flu biasa, dia butuh istirahat yang cukup dan minum vitamin"

"Baik dokter,"

Selesai dengan pemeriksaan, dokter Angel pergi dari rumah Endra.

Endra mengambil air hangat dan kain untuk mengompres kening Kara.

Siang, kara bangun dari tidurnya. Dia melihat disekitar tidak ada satupun orang selain dia.

Dia mendudukan dirinya, melihat kain bekas kompres. Kara menaikkan kakinya, dan memeluk lututnya. Dia kembali melamun, entah apa yang merasuki pikirannya kali ini.

Endra masuk kamar membawa makan dan susu putih hangat untuk istrinya.

"Udah bangun sayang"

Kara menoleh,tapi tidak menjawab.

"Makan dulu ya Ra, tadi lo udah diperiksa dokter Angel. Kata dokter lo cuma flu biasa." Endra mendekat untuk memberikan makanan pada Kara

"Mau makan sendiri apa gue suapin?" tanya Endra setelah duduk disebelah Kara

Kara hanya menggelengkan kepala.

"Lo gak mungkin marah cuma gara-gara gue cium kan Ra?"

Kara kembali menggelengkan kepala, masih dengan posisi memeluk lututnya.

"Terus kenapa lo diemin gue? Dan kenapa lo pergi tanpa pamit?"

Kara merubah posisinya, kini dia masuk ke kamar mandi untuk mengganti pembalutnya.

Best Of Name (END)Where stories live. Discover now