Empat Puluh Dua

294 28 5
                                    


Dari terpaksa lalu terbiasa

Selamat membaca
___________

"Om Ristian sudah sadar!!"

Semua orang yang berada di ruangan tersebut terkejut sekaligus senang mereka langsung menghampiri breanker, Harkan langsung memeriksa keadaan Tian, pemuda tampan itu membuka matanya sebentar lalu memejamkannya kembali.

Rasa nyeri menyerang dadanya kembali tapi hatinya jauh lebih nyeri, Tian memejamkan matanya dengan damai, nafasnya mulai teratur.

Ia berharap apa yang ia dengar tadi hanya lah mimpi yang akan menghilang ketika ia terbangun walaupun pada dasarnya tidak.

Leo menatap wajah damai Tian hatinya bergemuruh tak tenang ia takut, takut jika Ristian akan membencinya seperti Kristan ia takut jika Ristian tidak mau bertemu dengannya lagi.

Rasa takut Leo semakin besar saat Ristian menatap mereka semua dengan tatapan yang tak bersahabat, Ristian menatap Leo lalu beralih menatap Devin, Maya dan juga Rio.

"Om" suara Tian terdengar pelan namun leo masih dapat mendengarnya ia langsung tersenyum hangat kepada pemuda tersebut.

"Iya, tian butuh sesuatu?" Tanya Leo.

"Kenapa harus om Leo"

"Pa"

"Iya sayang, papa di sini" sahut Devin sembari mengusap surai hitam Tian dengan sayang.

"Ini semua mimpi kan pa?"

"Ma"

"Iya sayang, tian mau apa hm?" Sahut maya wanita cantik itu mengusap lembut punggung tangan Tian yang terbebas dari selang infus.

"Tian kecewa ma, tian berharap ini hanya mimpi"

"Rio" Rio Refleks langsung menoleh menatap Tian yang juga menatapnya, Rio tersenyum kikuk.

"Ternyata lo anak papa gue yo"

"Iya ini gue, kenapa lo kangen ya?" Canda Rio sembari cengengesan seperti dulu.

"Engga makasih, ga ada gunanya juga gue kangen sama lo" sahut Tian sembari terkekeh di akhir kalimatnya.

Ia rindu Rio yang seperti ini dulu mereka seperti perangko tapi setelah dua tahun lalu mereka menjadi seperti mochi dan cifuyu bermusuhan.

"Gue tau yo, lo gak bener-bener benci sama gue" lanjut Tian dan mereka semua terdiam membiarkan Ristian berbicara.

"Lo, tetep Rio yang cupu"

"Bangk- , astagfirullah tu mulut kalo ngomong enteng bener ye" sahut Rio sedikit tak trima.

Tian kembali memejamkan matanya meredam emosi dan kemarahanya, ia belum bisa menerima fakta mengejutkan ini tapi mau tak mau ia harus mau.

"Berjanjilah untuk selalu melindungi Nana dan jangan pernah membenci orang-orang yang ikut andil dalam kesalahan yang sangat rumit ini dan satu lagi jangan pernah benci dengan Rio dan Vito mereka sebenarnya anak baik hanya aku saja yang tidak mendidik mereka dengan baik"

Mistakes In The Past Where stories live. Discover now