🔹52. Kenangan Abadi

Start from the beginning
                                    

Tuk tuk tuk!

Kaca mobil diketuk oleh Raja membuat Anthala dengan malas membuka kaca jendela mobilnya.

"Selamat pagi papahara?! Bagaimana kabarnya? Sehat selalu yah jangan sakit-sakit!" seru Nalan dengan senyuman lebarnya. Cowok imut yang selalu memakai anting roasio di telinga kirinya itu memakai baju hangat serta membawa ransel di punggungnya. Jangan lupakan celengan ayam yang selalu ia bawa ke mana-mana.

"Bukain pintunya napa? Ibu negara ajak kita pergi wisata ke Bandung jadi, boleh dong kita naik mobil lo bos," ucap Raja.

"Kak, ayo buka pintunya. Kita satu mobil aja biar cepet sampai ke Bandung."

Segera Anthala membukakan pintu mobil yang beberapa menit lalu sudah ia kunci.

Mereka berempat segera masuk ke pintu mobil paling belakang. Diantara keempat teman Anthala yang membawa barang-barang paling banyak adalah Nalan.

"Woy sialan ransel lo besar amat sampe kena wajah gue njir!" kesal Raja mendorong ransel Nalan yang menghimpit wajah tampannya.

"Jangan ribut deh ini masih dini hari, kalau ribut malam-malam gini suka ada hantu," ucap Nalan menakut-nakuti Raja.

Gama segera mengambil ransel Nalan lalu menyimpan ke bagasi.

Semua memakai jaket tebal karena jam 4 ini hawa dingin membuat bulu kuduk mereka berdiri.

"Eh bos yang nyetir nih? Biar Raja aja yang nyetir. Bos jangan kecapean nanti sakitnya tamba-" Raja segera membungkam mulut Nalan yang sepertinya nanti akan keceplosan.

"Bos biar gue aja yang nyetir," ucap Gama dibalas gelengan oleh Anthala.

Seminggu lalu mereka telah mengetahui penyakit Anthala saat di rumah sakit, dan akhirnya Anthala meminta mereka bersumpah untuk tidak mengatakan penyakitnya pada istrinya. Entah apa yang tengah di pikirkan, Anthala saat itu karena dia menangis pada teman-temannya menyuruh mereka bungkam. Dan keempat temannya pasrah berjanji untuk tidak mengatakan kebenarannya, asalkan Anthala ikuti perkataan Dokter Hansel agar bisa sembuh walaupun kecil kemungkinan Anthala bisa sembuh.

Tapi mereka yakin dengan jalur doa Anthala akan sembuh karena mereka percaya Tuhan tidak akan membawa Anthala pergi secepat itu.

"Kalau lo yang nyetir terus gue duduk di mana? Di belakang gitu? Dan istri gue duduk sama lo di depan?" sinis Anthala membuat Naira terkekeh.

"Ya Allah masalah gini aja diributin," sahut Marvin dengan jengah.

"Kalau mau deket-dekat sama bundahara, papahara pangku aja bundahara sepanjang perjalanan," ujar Nalan yang sudah terlepas dari tangan Raja yang membungkam mulutnya.

"Bagus banget ide lo Nalan," puji Anthala lalu membuka sabuk pengamannya dan berjalan keluar. Tingkah Anthal membuat mereka melogo.

Anthala membuka pintu mobil di mana istrinya berada. Dia tersenyum lebar lalu menyuruh istrinya keluar dari mobil.

"Kak, Nalan cuman bercanda kenapa kakak malah tanggepin?" Mungkin jika ia memperlihatkan wajahnya, wajahnya sudah memerah padam saking malunya.

Anthala malah mengabaikan perkataan Naira dan tetap menyuruh istrinya untuk keluar. Naira pasrah, dia keluar dari mobil lalu Anthala segera masuk dan duduk di tempat Naira duduk tadi. Tangannya menepuk kedua pahanya untuk istrinya duduk.

ANTHALA || SUDAH TERBIT Where stories live. Discover now