chapter 43

7K 1K 298
                                    

43. Sisanya berantakan

***

Reza tersenyum miris memandangi nama sang sahabat yang terpangpang dibatu nisan. Dia Andrian Putra, sahabat Reza.

"Dri, gua datang," lirih Reza mengusap batu itu.

Reza rindu dengan Andri, Andri sahabatnya yang selalu bersamanya. Jika dulu, Reza selalu bersama Andri maka sekarang Reza sendiri. Sendiri jauh sebelum Damar menyodorkan tangannya untuk berkenalan.

"Za, gua harap setelah gua gak ada lo akan dapat sahabat yang jauh lebih baik dari pada gua."

"Gua dapat sahabat yang baik sama gua, Ndri. Tapi lo jauh lebih baik, cuma lo yang buat gua mau bercerita apapun yang terjadi dihidup gua," lirih Reza.

"Gua hancur, Ndri. Sehancur lo pergi ninggalin gua padahal saat itu gua lagi kehilangan yang akhirnya gua kehilangan banyak orang yang berarti buat gua."

Reza mengadahkan kepalanya, rintik air hujan kian membasahi bumi. Reza perduli? Tidak. Biarkan saja bumi diguyur hujan, karena Reza ingin menangis tanpa disadari. Dan Reza memohon untuk tidak ada petir yang menganggu pendengarannya, karena Reza takut dan tidak ada Rio disini.

"Andri, gua butuh manusia kayak lo dihidup gua. Kenapa lo pergi, Ndri?"

Kenapa lo pergi sudah berapa kali Reza bertanya dengan pertanyaan yang sama.

"Dunia kejam buat gua, sejauh ini gua hanya beruntung punya sahabat tapi lo tetap sahabat pertama gua."

"Hidup gua hancur, berantakan, dan jauh dari sempurna." Suara Reza melirih, banyak masalah yang datang secara bersamaan. Banyak tekanan yang menekan dirinya yang lemah, dan banyak beban yang ia tahan sendiri.

Bahu mana yang akan kuat jika diberi ujian seperti ini?

Diri Reza sudah hancur, ntah sembuhnya kapan. Lukanya terlalu banyak, sepinya sangat sunyi dan obatnya tidak ada.

"Terlalu sakit, Ndri.."

"Lo manusia ingkar yang pernah berjanji sama gua, yang berakhir sama.." Reza mengusap air mata nya yang menetes.

Reza benci ketika ia tidak bisa menahan air matanya, dan sialnya ia menitikan air matanya di pusaran sang sahabat. "Lo pasti ketawa lihat gua nangis, gua maklum. Humor lo murahan, sama kayak humornya Chaka.."

"Ndri, lo harus denger gua. Karena gua butuh didengar. Dan hari ini, gua gagal lagi. Gagal mendapat pembelaan, gua berantakan dan gua patah sepatahnya."

Tubuh Reza mengigil, hujan kian melebat namun seperti apa yang diinginkan Reza, tidak ada petir untuk sore ini.

"Kak Rey udah gak mau jagain gua sebagaimana dia jagain gua dikota ini, dan dikota berbeda dia bersikap beda. Perih, Ndri. Tapi gak papa, bahu gua kuat lo sendiri yang ngajarin.." lirih Reza.

"Sorry, gua kesini hanya memberi kisah kelu, karena gak ada bahagia dihidup gua." Reza memejamkan matanya dan membukanya perlahan.

"Gua harus kembali ke Bandung, lo jangan marah karena gak gua jengukin tiap hari. Tapi, gua gak pernah absen buat doain lo.." lirih Reza. Pedih, saat ingat hari terakhir dengan Andri dulu. Sangat menyenangkan, dan menyedihkan.

"Lo tenang aja, disana gua banyak sahabat yang selalu nemenin gua. Mereka baik, hanya saja gua kurang berterima kasih," ucap Reza.

Reza terisak, Reza ingin sahabatnya kembali. Bermain sepeda disore hari,  bersekola bareng dan berjemur dilapangan karena telat. Sesederhana itu.

"Andri, gua rindu sepedahan disore hari apalagi disuasana hujan kayak gini, seru banget, Ndri.."

***

"Reza pulang ke Jakarta," ucap Rio menjawab rasa penasaran Reynand yang mengajak Rio untuk bertemu.

Alvrenza Shaqeel || ENDWhere stories live. Discover now