chapter 18

6.9K 873 57
                                    

18. Kesendirian Reza

***

Reza menyandarkan tubuhnya diarea tempat berwudhu. Mengadahkan kepalanya dan memejamkan matanya.

"Mau sampai kapanpun lo tetap jadi tanggung jawab gua, lo adik gua. Gua janji bakal jagain lo terus, bodo soal lo udah dewasa atau belum," ucap Reynand.

Reza memijit kepalanya singkat dan membuka matanya. Nyatanya, semua janji Reynand hanyalah dusta. Namun, Reza selalu mempercayainya, entahlah.

"Gua sendiri disini," lirih Reza dengan pelan. Kedua mata Reza sudah berkaca-kaca, sangat sakit jika mengingat bertapa sulitnya jadi Reynand.

"Gua juga pengen kayak orang lain, gak kayak gini terus."

Tidak perduli dengan pantangan cowok tidak boleh menangis, karena nyatanya cowok juga manusia yang mempunyai hati, mau sekuat apapun itu. Tubuh Reza menyeluruh hingga terduduk, tidak bisa menopang perih dihidupnya.

Reza menelungkupkan wajahnya diatas kakinya. Menangis dalam diam, itulah yang bisa Reza lakukan. Tak perduli jika ada orang yang melihat kerapuhannya.

Dan, tanpa Reza sadari bahwa Reynand berada disana. Melihat kerapuhan Reza yang seakan-akan tidak mempunyai penopang.

Reynand menunduk singkat, serapuh itu kah seorang Reza? Namun, apa Reynand harus perduli?

"Kenapa gua harus muncul dikehidupan lo lagi, za. Jika kedatangan gua saja membuat lo seperti ini," batin Reynand.

Reynand tidak pernah tahu sehancur apa Reza setelah kepergianya. Serapuh apa Reza menghadapi hidupnya sendiri, secapek apa Reza berjuang sendiri untuk mendapatkan kehidupannya yang lebih baik. Reynand tak paham tentang hal itu.

Diam membisu, hanya itu yang bisa Reynand lakukan. Menatap Reza dalam kejauhan, disertai dengan perasaan gundah. Namun, kembali terkalahkan oleh egonya sendiri.

Reynand meninggalkan Reza, tak ada rasa ingin menghampiri atau sekedar untuk menenangkanm ya, ego Reynand lebih besar dari pada rasa pedulinya.

"Kenapa gua harus perduli?" batin Reynand.

Reza bangkit setelah cukup untuk memendam emosinya, Reza akan mengambil air wudhu. Namun, lagi-lagi air matalah yang mengalir disudut matanya.

Reza mematikan kran, Reza tak kunjung tenang. Mengusap wajahnya kasar, menyalahkan air mata yang terus mengalir tanpa bisa Reza jeda. Reza tak ingin seperti ini, namun hatinyalah yang terluka.

"Reza.."

Dengan tergesa-gesa Reza menghapus air matanya. Dan menoleh kepada orang yang memanggil namanya.

"Iya?" tanya Reza.

Orang itu menatap Reza dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.

"Lo kenapa?"

"Hah? Gua kenapa? Gua gak papa kali, ini gua mau wudhu, eh lo manggil, Bang," jelas Reza.

Reza selalu seperti ini, menyembunyikan kerapuhannya sekalipun itu sudah terlihat oleh orang lain. Reza hanya tak ingin egois untuk membagi kesedihannya untuk orang lain.

"Boong lo, jelas gua lihat lo nangis," tukas Alex.

Ya, Alexlah yang menghampiri Reza.

"Enggak. Ngaco lo, mana ada." Reza pun menyalakan kran dan mulai berwudhu yang sempat Reza tunda tadi.

Alex hanya diam mengamati Reza. Jelas terlihat oleh kedua matanya bahwa Reza menangis, bahkan kedua mata anak itu merah, jejak air matanya saja masih terlihat nyata.

Alvrenza Shaqeel || ENDWhere stories live. Discover now