chapter 40

7.3K 986 180
                                    

40. Back Jakarta

***

Salsha bangkit dari duduknya dan menatap Reza dengan tatapan horor.

"Bahkan definisi keluarga saling menjaga itu gak ada didalam keluarga kita, Bun. Kemarin dia berhasil nampar Reza dan sekarang Bunda?" kekeh Reza tak percaya dengan apa yang Bundanya perbuat.

"Kamu yang salah, andai kamu enggak macam-macam dengan Ab-

"Abrial terus? Anak Bunda Reza atau dia? Bunda lupa dengan anak bunda bernama Alvrenza ini, Bunda?" tanya Reza menatap Salsha dengan tatapan kecewa dan putus asa.

"Karena dia gak salah makanya Bunda bela dia!" tukas Salsha.

Reza tertawa pelan, memalingkan wajahnya kesebelah arah. Ada rasa perih yang Reza rasakan direlung hatinya. "Yaudah," singkat Reza.

"Kamu harus minta maaf sama dia, Bunda tuh mau sama Om Ardi karena kamu nyelakain anaknya."

"Ngapain Reza harus minta maaf sama orang yang bukan salah Reza?" tanya Reza dengan enteng.

"REZA!" sentak Salsha.

Reza sedikit terkejut dengan sentakan Salsha, baru kali ini Reza mendengar Salsha menyentaknya dan semakin sakit bahwa sentakan itu gara-gara Salsha membela Abrial.

"Iya, nanti minta maaf," balas Reza dengan pelan. Raut wajah Reza menyendu, ingin rasanya meminta Salsha memakluminya. Kemana Salsha yang dulu?

Reza menatap Reynand dengan tatapan sayu, ingin rasanya meneriaki bahwa ia merindukan Kakaknya.

Reynand juga ikut menatapnya. "Kayaknya mau sampai kapanpun gua disini, lo tetap gak mau ngelihat gua sebagai adik lo lagi ya? Posisi gua digantikan sepenuhnya sama dia ya?" tanya Reza berdialog.

"Tapi gak papa, gua gak haus kasih sayang. Rasanya udah biasa saja ketika gua sendiri dan gak ada yang perduli, begitu juga dengan rasa kehilangan," sambung Reza.

"Bunda sama dia bisa pulang? Saya mau istirahat," tukas Reza yang sudah muak dengan segalanya.

***

Semalaman Reza benar-benar tidak bisa tidur, isi kepalanya dipenuhi dengan permasalahan yang membuatnya lelah.

"Lo kenapa?" tanya Rio yang melihat Reza nampak kusut.

Reza menoleh dan menggelengkan kepalanya, tangan kananya mengambil bungkus rokok yang sudah dibuka.

"Ngerokok terus, gak baik buat lo, Za."

"Gak papa, gak ada asma gua Kak," balasnya seadanya.

"Tapi ngundang penyakit itu," tukas Rio. Reza tak menjawab lagi, memutuskan untuk menyalakan rokok itu dan menyebatnya dengan santai.

"Lo banyak pikiran banget, apa yang ngeganggu pikiran lo?" tanya Rio.

"Lo anak tunggal, Kak?" Rio mengangguk, Rio memang anak tunggal.

"Yang dirasain anak tunggal gimana sih, Kak?" Rio menyernyitkan dahinya, kenapa Reza menanyakan hal itu?

"Sepi."

"Sepi?" Rio mengangguk.

"Kalau sepi kenapa mutusin buat ngekos, bukannya itu tambah sepi?" tanya Reza dengan tatapan polosnya.

"Kalau gua gak ngekos gua gak akan ketemu sama bocah nakal kayak lo," celetuk Rio.

"Gua nakal dimananya sih?"

Rio tertawa. "Mau nasi goreng gak? Belum makan, kan?" tanya Rio sambil menatap jam yang sudah menunjukan pukul 2 malam.

"Enggak."

Alvrenza Shaqeel || ENDWhere stories live. Discover now