chapter 36

6.6K 908 119
                                    

36. Pertandingan sengit Pratama & Merah Putih

***

Flashback On

"Yo, lo ngapain disini?" tanya Reynand memberhentikan mobilnya yang akan masuk ke gerbang SMA Pratama.

"Lah lo, Rey? Jadi lo ngajar disini apa gimana nih?" sahut Rio bertanya.

Reynand mengangguk. "Lo belum jawab pertanyaan gua woy," balas Reynand dan Rio hanya terkekeh.

"Nganterin temen kos, si Reza yang mau latihan katanya," tukas Rio.

Reynand mencari keberadaan anak itu. "Reza?" Rio mengangguk.

"Iya, kenapa emang?"

"Lo kenal dia dari kapan?"

"Adalah hampir setahun lebih, dua tahunlah kurang," acuh Rio.

"Jaga dia, Yo," lirih Reynand.

Rio menautkan kedua alisnya, tak mengerti maksud teman sekampusnya itu.

"Maksud lo?"

"Dia adik gua," balas Reynand.

Rio kaget mendengar pengakuan Reynand menyatakan bahwa anak samping kos nya itu adik dari teman kampusnya.

"Serius anjir, Alvrenza?" Reynand mengangguk.

"Alvrenza Shaqeel Mahaparna, Reynand Akbar Mahaparna." Rio mengangguk, dan sialnya mengapa Rio baru menyadarinya.

"Gua baru nyadar, dan ternyata gua juga baru menyadari bahwa muka lo berdua mirip." Reynand hanya tersenyum tipis.

"Hubungan gua sama Reza gak baik-baik aja," lirih Reynand.

"Gua tau, Reza cerita kalau dia ada disini karena ingin cari Kakaknya lagi pula dia gak nyaman berada diJakarta." Reynand terdiam, jadi benar alasan Reza ada disini karena dirinya?

"Yo, mau bantu gua?" Rio mengangguk.

"Jaga Reza, gua belum bisa nerima dia," lirih Reynand.

Flashback of

Reza bangkit dengan keringat dingin membasahi tubuhnya, ada rasa tenang Reza rasakan tak kala mendengar suara orang yang Reza sebut dengan 'Kak Rio.'

Ceklek

"Kak.." lirih Reza.

Ada raut khawatir yang Reza tangkap dari wajah Rio, Rio terlihat tersenyum dengan tipis.

"Lo sendiri di kos?" Reza mengangguk dan menyandarkan tubuhnya, lemas.

"Masuk, kak," lirihnya.

Rio mengandeng Reza untuk membantu anak itu berjalan, Rio tau Reza sedikit ketakutan karena suara petir itu.

"Lo takut petir?" Reza mengangguk pelan.

"Karena?"

"Gua gak siap cerita, Kak," balas Reza.

Rio mengangguk paham. Tak mungkin ia memaksa Reza untuk menceritakan tentang dibalik ketakutan Reza akan petir.

"Gua temenin sampe hujan dan petirnya gak ada. Kenapa gak telpon gua kalau takut?"

"Gak kepikiran," lirih Reza menutup kedua telingannya ketika petir itu kembali terdengar sangat keras.

"Jangan ditutup telingannya, acuhin suaranya dan lo coba berpikir positif, lawan coba takutnya," instruksi Rio.

Alvrenza Shaqeel || ENDWhere stories live. Discover now