Dua Puluh Lima

Mulai dari awal
                                    

"Gosah aneh-aneh anjir"

"Gue masih normal lagian bentar lagi kelulusan dan gue bakal nikah ah gue akan bahagia bersama dila"

Tian tertawa mendengar cerita hayalan sahabatnya tersebut tapi Tian yakin sih jika Dewa bisa buat Dila bahagia.

Bahagia bersama?
Ya Tian jadi ingat dengan gadisnya.

"Apa gue juga bisa bahagia bersamanya" gumam Tian yang masih dapat di dengar oleh Dewa.

"Tentu saja semangat terus brother, Nana menunggu janji mu" ucap Dewa dan Tian menunduk sembari tersenyum.

Tut.

Ya Tian harus semangat untuk sembuh ia harus bisa ia pasti bisa ayolah mana ada ketua gengs yang lemah ia harus kuat karena masih banyak yang membutuhkannya.

Tian melemparkan ponselnya asal dan berjalan keluar dari kamar ia ingin makan ah rasanya lapar sekali ia belum makan sejak tadi.

"Apa lo gak masak?" Tanya Tian pada Dinda.

"Em anu mas ibuk nyuruh saya untuk tidak masak-"

"Kog lo masih pakek kolor sih?" Tanya Kristan sembari melepas kacamatanya pasti pemuda itu habis belajar kalo gak baca novel.

"Masalah buat anda?"

"Susu satu" ucap Kris pada Dinda dan Dinda langsung mengangguk.

"Loh anak mama kog masih pake kolor" ucap Maya sembari menghampiri Tian, Tian memperhatikan Maya dari atas hingga bawah waw sempurna mamanya terlihat sangat cantik.

"Yan"

"Haa,em maaf" ucap Tian sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal ia terpesona melihat kecantikan mamanya.

"Buruan ganti baju kita udah di tunggu sama papa" ucap Maya sembari tersenyum.

"Makasih ya" ucap Kristan pada Dinda dan Kristan langsung masuk ke dalam kamar.

Kristan masih marah dengan Maya bahkan mereka pun belum saling bicara setelah kejadian pulang sekolah tadi.

"Di tunggu papa?" Gumam Tian dan Maya mengangguk.

"Buruan ganti baju dan kita kesana" ucap Maya sembari tersenyum ah sungguh Tian berharap ia bisa terus seperti ini dengan Mamanya.

"Kirstan?"

"Ini sudah malam jadi biarlah kelihatannya dia sangat lelah" ucap Maya dan Tian hanya mengangguk dan langsung melangkahkan kakinya menuju kamar.

Maya berjalan menghampiri kamar Kristan dan tanpa mengetuk pintu ia langsung masuk ke dalam kamar pemuda tersebut.

Kristan melirik Maya yang sudah berdiri di samping meja belajarnya dan Kristan masih asik dengan komik yang ia baca tanpa menghiraukan kehadiran sang bunda.

Maya berjalan ke belakang kursi Kristan dan memeluk anaknya dari belakang ia mengecup pipi gembul Kristan dengan lembut.

Kristan berdecak kesal dan langsung menutup buku komiknya.

Mistakes In The Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang