48

1.2K 264 29
                                    

"Sebenarnya aku tidak melihatmu seperti seseorang yang sihirnya patut dipuji."

Vyradelle melirik muak. Tapi pandangannya tidak ia alihkan dari buku yang ia baca. Duduk dengan tenang dan menganggap gadis yang duduk di depannya ini sebagai makhluk jadi-jadian tidak penting adalah satu-satunya yang Vyradelle ingin lakukan.

Gadis itu berperawakan ramping dan cukup tinggi. Rambutnya pirang dan berkulit seputih susu—jauh berbeda dengan Vyradelle yang putih pucat tidak pernah bersentuhan dengan matahari. Seluruh tubuhnya tergantung berbagai pernak pernik aksesoris yang terlihat mahal, dan gaun yang ia kenakan seakan bercerita sebanyak apa harta miliknya.

Vyradelle sudah cukup menahan diri untuk tidak membalas dengan kata-kata tajamnya, tapi kemudian kalimat gadis—yang masih belum Vyradelle ketahui namanya—itu membuat kekesalannya memuncak.

"Kau sangat sombong. Kudengar kau baru terkena kejadian buruk. Seharusnya mati saja karena itu."

Buku dalam genggamannya Vyradelle tutup. Ia duduk tegak menatap gadis di hadapannya dengan sangat tajam. Raut gadis itu teramat congkak, maka Vyradelle membalasnya dengan tatapan angkuh yang mencela.

"Kupikir seorang bangsawan tingkat tinggi sepertimu cukup terpelajar untuk mampu mengerti tata cara berbicara yang baik dan benar."

Satu kalimat yang mampu membuat situasi terbalik. Gadis itu menautkan alis tersinggung. "Kupikir kau cukup terpelajar untuk tahu cara bicaramu barusan juga tidaklah sopan."

Vyradelle tersenyum dingin. "Maaf, aku tidak berkepentingan bersikap sopan terhadap orang yang tidak terpelajar dan banyak omong."

Secepat itu, sungguh secepat itu gadis berambut pirang itu mengatupkan rahang geram.

"Lalu apa seorang antah berantah yang dipungut Pangeran ini sedikit saja berpendidikan?" ia membalas, di tengah amarah menyungging senyum hina.

"Tentu saja. Apakah perlu diperjelas? Menurutmu, apa Pangeran-mu yang angkuh itu mau bergaul dengan orang tak berpendidikan?" Vyradelle memiringkan kepala, berkedip menantang.

Si gadis berambut pirang mendelik. "Berani sekali kau bicara begitu. Menurutku, Pangeran tidak sudi bergaul denganmu."

"Kita tahu orang tidak terpelajar berbicara menurut pendapatnya, menurutnya. Tanpa tahu pendapatnya tentang pendapat orang lain itu berbeda," balas Vyradelle. Masih tenang ketika gadis pirang itu semakin tampak marah. Sebuah reaksi yang ... berlebihan, sebenarnya. "Sepertimu yang berlagak tahu bahwa orang yang kau sebut pangeran itu tak sudi bergaul denganku."

Si gadis pirang tertawa meremehkan. Begitu kentara berusaha menutupi kekesalannya di mata Vyradelle. "Aku begitu karena aku tahu. Istana ini adalah rumah keduaku. Dan aku lebih mengenal Pangeran dari padamu. Tak usah bersikap seakan kau dekat dengan—"

"Sebenarnya, ya. Dan di ruangan ini, kau adalah satu-satunya orang yang tidak pernah kuizinkan masuk."

Si gadis pirang menoleh seketika. Begitu pula Vyradelle. Bedanya, ia tampak sangat terkejut sedangkan Vyradelle hanya mendengus pelan.

Dan si gadis pirang segera berdiri, memberi penghormatan singkat sebelum kembali berdiri tegak. Mulutnya terbuka hendak berkata-kata namun tak ada kalimat yang tersampaikan.

Alec mendekat. Lantas berdiri di samping Vyradelle, sepenuhnya menghadap gadis itu. "Ya, Nona Frumentus? Kupikir kau cukup terpelajar untuk tahu bahwa tak ada orang yang boleh memasuki perputakaan pribadiku tanpa izinku. Barangkali perkataan Vyradelle sebelumnya benar."

Gadis itu, Nona Frumentus, buru-buru meminta maaf, dengan tergagap dan terlihat aneh. "Maaf, Yang Mulia. Saya, saya hanya melihatnya masuk dan mengikuti. Saya berpikir dia juga belum diberikan izin ..."

the CastleWhere stories live. Discover now